Sabtu, 07 Januari 2012

PENYEBAB SAKIT KEPALA SEMESTER 8?






Sedikit joke untuk teman-teman, apakah keadaan kita seperti ini? :D penyebab sakit kepala semester 8, walaupun mungkin sudah tersa gejalanya sejak semester 7 dengan pembuatan proposal untuk seminar ya? Ehehe…
Katanya mengandung dosen pembimbing, (liat-liat juga nih dosen pembimbingnya seperti apa, kalau yang niatnya ngebantu dan mempermudah mahasiswanya dalam urusan ilmu, mungkin akan aman-aman saja, tapi kalau apa-apa sudah banyak maunya dan minta ini-itu tapi kerjaan skripsi nggak beres, bener-bener bikin sakit kepala nih doping). Revisi skripsi (emang puyeng kalau nggak ada buku, refrensi kurang dan malas bimbingan, plus malas ngerjain revisi karena nggak tahu apa yang mau direvisi. Ahaha…). Penelitian (yang bikin stress kalau respondennya mogok di tengah jalan atau di luar jangkauan misalnya meninggal. Kalau dapat responden yang kooperatif, penelitian akan aman aja. Kaya dengerin sahabat tiap hari cerita dan curhat. Apalagi sambil makan dan nyantai :D). faktor terakhir yang bikin penyebab sakit kepala yakni waktu siding skripsi alias meja hijau (padahal, kalau saya pikir-pikir, mejanya itukan hijau, seharusnya kita menjadi tenang karena efek warna yang lembut dan menenangkan. Tapi kok malah banyak yang merasa deg-deg kan, cemas dan stress?)
Aneh-anaeh memang. Tapi tak apa kawan, berlelah-lelah saja dulu, ini salah satu jalan untuk kau mencapai suksesmu! Memnag suksesmu tak tergantung pada selembar ijazah atau transkrip nilai, tapi makna dari penelitian skripsimu adalah bagaimana kau menjadi seorang akademis yang nyata. Kau seorang calon sarjana yang terdidik dan berilmu. Apa yang kau perbuat harus mampu bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak. Dan sejatinya itulah tujuanmu berlelah-lelah bertahun-tahun dalam bangku pendidikan.
Tersenyum saja, coba jalani semuanya dengan rileks dan menyenangkan… :D
*Refleksi (mencoba memotivasi diri)

Pembelajaran Untuk Memaknai Secara Benar


Cinta, mengapa pesonanya tak mampu terhapus oleh apapun jua? Ia tak mengenal sasaran. Siapapun pernah dan berhak mengalaminya. Bahkan seorang Akhwat dan Ikhwan sekalipun. Hanya saja, tentu berbeda cara merespon cinta antara ia yang telah mengenyam tarbiyah dengan ia yang tidak.
“Bukan karena mencintai seseorang kita akan menderita. Namun, ketika kita mengartikan cinta itu pada sisi kehadiran dan kebersamaan, maka itu lah penderitaan yang tercipta. Aku telah memutuskan untuk mencintainya. Aku pun telah memutuskan untuk mengagumi sosoknya. Perlu waktu yang cukup lama untukku belajar, bahwa cintaku juga harus bahagia. Maka aku akan menciptakan atmosfir kebahagiaan itu seorang diri, tanpa membutuhkan kehadiran orang yang kucintai, juga tanpa membutuhkan  balasan perasaan yang sama darinya. Karena aku pun telah memutuskan untuk mencintainya dalam diam. Dan dalam diam itu akan kusampaikan secara perlahan tiap-tiap gejolak yang kurasakan melalui hempasan angin, kicauan beburung, canda ilalang, deburan ombak, butiran debu, laju awan, butiran hujan, sapaan senja, kerlingan ufuk, dan sentuhan embun [semua akan kukisahkan padanya lewat semesta dengan segala kepasrahan…].”
Ini kutipan yang saya ambil dari tulisan seseorang. Tulisan itu mungkin benar, menyentuh, dan romantis. Namun bisa juga menjadi sesuatu yang menyedihkan. Setiap kita punya cara dalam menanggapinya, dan diam juga tak selamanya adalah sesuatu hal yang baik.
Dalam sudut psikologis, setiap yang ditekan (direpress) tidak akan menghasilkan hasil yang positif. Ia akan tertimbun dalam alam bawah sadar, dan sering muncul dalam angan dan mimpi kala kita terlelap. Awal cinta kerap melanda dalam fase pubertas, dimana lawan jenis sudah menjadi sesuatu yang menjadi daya tarik dan dituntut perhatian. Ini merupakan bagian dari tugas perkembangan yang kata kebanyakan orang-orang, ‘normal’ untuk dijalani.
Sebagai umat muslim, kita tentu harus merujuk kembali pada agama yang kita anut. Kebanyakan teori psikologi yang berkembang adalah dari para ahli yang Atheis maupun Yahudi. Mengambil istilah kaizennya jepang (ambil yang baik, buang yang buruk, ciptakan sesuatu), atau teman-temn saya lebih bijak lagi mengubah kaizen itu dengan (ambil yang baik, perbaiki yang buruk, ciptakan sesuatu). Kita memang harus pandai memilah mana yang baik, sesuai syari’at, dan mana yang tidak.
Dalam islam muara yang indah untuk pasangan yang saling mencintai adalah pernikahan. Jika tak mampu, maka bersabarlah dengan berpuasa. Memang, islam tak secara nyata menuliskan pelarangan kata pacaran. Yang ada hanya, “janganlah berdua-duaan dengan orang yang bukan mahram dan janganlah mendekati zina.” Karena sesungguhnya dalam keadaan itu, ada lingkaran syaitan yang tengah tertawa. Dan kita tahu bahwa syaitan adalah musuh yang nyata bagi anak keturunan Adam.
Maka jika kau seorang muslim dan belum mampu untuk merangkai cintamu dalam pernikahan yang barakah, cobalah kau kikis cintamu pada ia yang belum tentu menjadi pasangan dunia akhiratmu. Janganlah kau ambil rasa yang belum tentu menjadi hakmu. Jangan kau coba untuk mencari pembenaran pada setiap peluang yang tercipta untuk kau dan dia tanpa berlandaskan syari’at. Karena jika kau percaya akan syurga, tentu kau juga akan percaya bahwa Allah tak akan menukar jodohmu dengan sesuatu yang buruk. Lauh mahfudznya telah tertulis. Yang kau lakukan adalah mempersiapkan diri dengan sebaik-baik persiapan agar jodohmu juga baik. Karena sepengetahuanku, dan yang pernah kubaca, jodoh itu berbanding lurus dengan diri.
Jika kau jatuh cinta pun, kau bias cerita pada Murabbimu, ia akan membantumu mencari solusi. Dan kau tak perlu takut untuk mengungkapnya. Karena sebenarnya, jatuh cinta bukanlah suatu dosa. Ia menjadi dosa jika kau salah memaknainya dan jatuh kelubang kemaksiatan.  Bukankah kesabaran itu buahnya manis? Jika kau tak memiliki Murabbi, cobalah bertanya pada guru agama, atau orang-orang yang mengerti akan agama.
Untuk yang telah mampu menikah, maka bersegeralah. Bukankah dalam pernikahan itu segala halnya menjadi ibadah? Berpegangan tangan saja sudah menjadi pahala. Jadi untuk apa kau berstatus pacaran penuh dosa, dan mengabaikan pernikahan yang penuh pahala?
Aku menulis ini juga sebagai pembelajaran bagiku. Bahwa aku harus tetap istiqomah dalam koridor yang kuyakini sejak aku hadir ke dunia. Aku masih jauh tertinggal. Tapi aku tak mau tertinggal di belakang maupun stuck di tempat. Aku ingin terus berlari dan meninggalkan setiap titik-titik kebodohan dan ketidaktahuanku. Semua ini pembelajaran untukku, untukmu dan untuk kita yang merasa memang harus masih banyak belajar dan memahami.

*Menata Hati 06012012


ARTIKEL FAV AISYAH



Sebuah catatan, bahwa akan ada batas dalam setiap perjalanan

Catatan ini untukmu kawan....
Ketika suatu hari pada masa yang lalu, aku pernah tertawa bersamamu...
maka mengertilah..bahwa saat itu aku hanya ingin melihatmu tetap dalam kebahagiaan.
Ketika suatu hari kau mengguncangkan bahumu karena perbuatan konyolku...
maka sungguh kawan...tak ada maksud lain dalam hatiku kecuali untuk membuatmu benar-benar terhibur oleh kehadiranku.
Ketika suatu hari kau terbahak mengingat kenangan-kenangan unik yang kau lakukan bersamaku....
maka simpanlah kawan..karena aku sungguh ingin menyaksikan segaris senyum di wajahmu pada hari itu.

Catatan ini untukmu kawan...
Ketika suatu hari dalam kebersamaan kita di masa yang telah lalu aku pernah mengganggu tidurmu dengan deringan telpon dan smsku...
maka dengarkanlah kawan...aku hanya merindukanmu dan ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja di sana.
Ketika suatu hari kau kesal karena aku terus memanggil namamu....
maka pejamkanlah matamu kawan...dan tersenyumlah mengingatnya...karena pada saat itu aku hanya ingin memastikan, bahwa persahabatan kita masih utuh seperti dahulu.
Ketika suatu hari kau mendengarku kesal karena sikapmu yang mengacuhkanku...maka tajamkanlah telingamu kawan, dan dengarkanlah tangisanku...
karena aku tak sekedar ingin mengganggumu...melainkan mencoba menarik kembali simpul-simpul persahabatan kita yang tlah coba kau urai perlahan.
Ketika tiba suatu masa kau lelah dengan persahabatan ini kawan, maka ingatlah...bahwa Tuhan tak begitu saja menjadikanmu sebagai bagian hidupku secara kebetulan. Ketika suatu malam kau terjaga karena resah dan gelisah...maka ingatlah, bahwa aku tak pernah benar-benar membiarkanmu sendirian di sana.


Catatan ini untukmu kawan....
Pernahkah kau mengingat bagaimana cara Tuhan mempertemukan kita dalam persahabatan ini?
Kau tau, aku bahkan tak mampu membayangkan seandainya hari itu kita tidak saling berkenalan dan mengaitkan jemari. Mungkin akan ada celah yang kosong tanpa warna tentangmu di sini kawan, di sudut hati ini.
Pernahkah kau bayangkan...bahwa suatu ketika persahabatan ini akan terhenti begitu saja, seperti berhentinya laju sebuah kendaraan tanpa roda? Kau tau kawan, jika hari itu benar-benar terjadi...mungkin aku takkan mampu membuka mataku kembali dan menatap semua warna dengan bias yang sama seperti ketika  aku berada di sampingmu.

Catatan ini untukmu kawan....
Aku tahu...tekadang kita larut dalam persahabatan ini dan merasa mampu berdiri tegak tanpa siapapun. Hanya aku dan kamu dalam persahabatan kita...
Aku tahu...terkadang kau pun akan letih dan ingin berjalan sendirian saja...hingga waktu membiarkan kita berada di sebuah persimpangan. Dan pada saat itulah aku berusaha meraba dalam gelap...sendirian saja...tanpamu....
Namun kau tahu kawan...sejauh apa pun kucoba untuk mengusir bayangmu..siluetmu terus saja hadir dan meremukkan persendianku secara perlahan dan menyakitkan...

Catatan ini untukmu kawan...
Ketika suatu hari yang kau ingat hanyalah senyap dalam hembusan nafasmu karena bisingku mungkin telah lama lenyap beradu dan berpacu dengan waktu...maka rasakanlah....
bahwa aku masih berada di sekitarmu..memandangmu...mengusap bahumu yang terhempas..dan ikut menopang guncangan tangismu,,,
hanya saja...selalu akan ada batas dalam sebuah perjalanan...(tentang kematian...juga pejaman mata yang abadi saat esok hari telah datang...)



::        Tulisan ini menggelitikku kawan, bahwa ternyata banyak hal yang akan menjadi kenangan. Baik suka maupun duka, yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Semua sudah ada dalam kenangan kawan. Sejak kanak-kanak, kita telah memiliki kawan, walaupun pada masa itu kita tidak tahu apa sebutannya dan apa arti dari jalinan itu. Hmm,. satu hal yang ingin kuutarakan, selama kebersaman kita, selama hadirku untuk menjadi sahabat kalian, banyak cerita yang mungkin telah kutoreh. Layaknya manusia biasa, tentu aku tak luput dari kesalahan. Aku pasti pernah menyakiti kalian, walaupun jujur, aku tak pernah benar-benar berniat untuk melukai dan menyakiti. Aku paham akan rasa sakit yang tertoreh, karena aku jua pernah merasa. Namun aku mencoba memahami bahwa ini adalah bagian dari hidup. Ini semua ada manfaatnya. Karena sesuatu yang tak menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan kita, sifat yang bernama kesabaran dan memahami perbedaan jadi berfungsi.
Aku juga merasa, aku tak pernah bisa berlaku adil dalam persahabatan kita. Aku tak pernah bisa adil dalam membagi waktu dan perhatianku kepada semua sahabat-sahabatku. Bahkan, dalam satu lingkaran saja, ada cerita yang kubagi hanya berdua, bukan bertiga, berempat, berlima atau bilangan yang lebih jamak lainnya. Namun aku pun sadar, bahwa manusia hanya bisa sampai pada taraf mendekati adil, bukan memiliki sifat adil yang penuh. Karena ia hanya mampu dilakukan Sang Maha Adil, Illahi Rabbi…
Seperti yang pernah kusampaikan juga pada kalian, hingga berkaratpun dinding usiaku, hingga ruuh ini pun meregang dari kediamannya, satu hal yang takkan pernah terhapus bahwa aku menyayangi kalian. Aku harap kalian juga begitu. Kalau tidak, juga tak apa, karena insya allah, aku mencintai kalian karena Allah. Aku tak mengharap balas dari seorang manusia. Melainkan mengharap balasan dari Allah Ta’alla.

:: Salam sayang untuk semua sahabatku dari masa kanak-kanak hingga dewasa :D, LOVE U ALL COZ ALLAH ::

                                                          -RISKA, IKA, ADEG, PILAR AISYAH-

Rabu, 04 Januari 2012

Story Ibunda Aisyah R.A


Kecintaanku sebagai sosok pilar Aisyah membuatku ingin memperkenalkan beliau dalam blog ini…
jadi di sini ada beberapa kisah mengenai Aisyah R.A yang dikutip dari beberapa sumber…
1)   Pentingnya Pendidikan Bagi Muslimah (Kisah Aisyah RA)

Pada zaman Aisyah, di tanah Arab belum ada sekolah-sekolah seperti sekarang. Sebab itu banyak orang tidak pandai menulis atau membaca. Pandai menulis atau membaca adalah suatu keistimewaan. Islam menganjurkan setiap orang untuk belajar menulis dan membaca. Dengan berkembangnya Islam, berkembang pulalah kepandaiana tulis-baca. Nabi sendiri menggiatkan ummatnya belajar membaca dan menulis.
Aisyah sendiri belajar membaca. Dia belajar membaca Al Quran dari ayahnya sendiri. Hafshah juga belajar tulis dan baca. Untuk mengembangkan pelajaran tulis baca, Nabi mengerahkan para tawanan dari perang Badar. Seorang tawanan bisa mendapat kemerdekaannya kembali, setelah dapat mengajar sepuluh orang Muslim, sampai pandai menulis dan membaca.
Abu Bakar pada dasarnya seorang yang pandai bicara. Dia ahli pidato. Dia juga ahli dalam ilmu ranji atau asal usul nenek moyang. Kepandaian Abu Bakar ini, banyak sedikitnya juga turun kepada anaknya Aisyah. Kepandaian membaca Al Quran memberi pengaruh kepada pribadi Aisyah, terutama dalam hal sopan santun dan budi pekerti. Islam mengutamakan budi pekerti dan akhlak mulia. Tinggi rendahnya derajat seseorang ditentukan oleh pengabdiannya kepada Allah.
Keajaiban besar dalam kemajuan sejarah yang dibawa oleh Rasulullah saw ialah perobahan besar-besaran dalam pribadi berjuta-juta manusia. Pendidikan Aisyah yang lebih tinggi terletak dalam asuhan Rasulullah saw. Sedangkan Rasulullah saw adalah seorang guru terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Aisyah dididik dengan suatu cita-cita tertentu. Nabi membentuk pribadi dan jiwa Aisyah sebagai wanita setia, yang bertaqwa kepada Allah, dan wanita yang akan menerangkan ajaran Islam kepada wanita-wanita lain.
Dengan hasrat yang menakjubkan, Aisyah menunjukkan seluruh bakatnya untuk menyempurnakan pendidikannya. Setiap kebajikan manusia, terdapat penyempurnaannya dalam pribadi Muhammad saw. Aisyah tertarik dan tenggelam dalam pribadi mulia yang tidak ada bandingannya itu. Ini adalah suatu kesempatan baik. Dan kesempatan ini, menjadi satu kebahagiaan yang diberikan kepadanya. Dia mengambil kesempatan ini, dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk menyempurnakan pendidikannya, menjadi wanita luhur dan bertaqwa.
Pikiran Aisyah selalu penuh dengan pelbagai masalah baru. Masalah baru ini dapat dipecahkannya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi. Salah satu pintu kamarnya berhadapan dengan masjid. Jika Rasulullah saw bertabligh menyampaikan ajarannya dalam masjid, Aisyah duduk di muka pintunya, mengikuti kuliah Nabi itu. Dia mendengarkannya dengan seksama. Setiap perkataan Rasulullah saw dimintainya dan dianalisanya. Dengan mengikuti kuliah-kuliah yang tidak resmi ini, Aisyah menjadi seorang wanita yang sangat alim dan pandai. Dia menjadi murid Rasulullah saw yang mempunyai pengetahuan yang luas dan pengertian yang mendalam.
Dalam ilmu Al Quran dan hadits sedikit sekali sahabat yang bisa menyamai Aisyah. Semangat Aisyah untuk menyelidiki sesuatu masalah, memberikan sumber ilmu yang tetap kepada Islam. Pertanyaan-pertanyaannya kepada Nabi memberikan keterangan atau berbagai masalah yang rumit-rumit, terutama masalah kewanitaan.
Salah satu conton diantaranya, Al Quran menyatakan bahwa berperang di jalan Allah adalah suatu kewajiban bagi setiap orang Muslim. Atas masalah ini suatu hati Aisyah mengajukan pertanyaan kepada Rasululllah saw, Wahai Rasulullah, wajibkan bagi seorang wanita untuk pergi ke medan perang seperti laki-laki?
Rasulullah menjawab, Tidak, naik haji sudah cukup bagi mereka.
Pertanyaan Aisyah ini telah memberikan pengetahuan penting, yakni pengecualian kepada wanita terhadap hukum jihad yang dikemukakan dalam Al Quran.
Suatu hari Aisyah bertanya pula, Ya Rasulullah, perlukah persetujuannya seorang wanita itu sebelum dia dikawinkan?
Rasulullah menjawab, Anak perawan diberi tahu dan wanita janda dimintai persetujuannya. Nabi melanjutka, Diamnya mereka berarti persetujuan.
Kata-kata Rasulullah saw ini menjadi suatu ketentuan hukum baru. Jika orang diam saja terhadap suatu masalah yang diajukan kepadanya, dia dianggap menyetujui masalah itu.
Pada suatu hari Rasulullah berkata, Allah menyukai orang yang suka menemuiNya, dan tidak menyukai orang yang tidak suka menemuiNya.
Atas masalah yang sulit ini Aisyah menyatakan, Ya Rasulullah, tetapi tidak ada orang yang suka mati.
Ya, itupun benar. Kata Rasulullah saw. Tetapi menurut pendirianku, masalahnya adalah sebagai berikut. Jika seorang telah sadar akan kemurahan hati Allah, dan tahu bahwa Allah pengampun, penyayang dan mempunyai surga, dia akan mulai mencintai Allah di atas segala kecintaannya. Allah pun akan mencintainya pula. Tetapi, jika seseorang mendengar bahwa ada azab yang pedih disediakan untuknya, dia akan takut berhadapan dengan Allah. Allah pun tidak suka kepadanya.
Pada suatu hari, Rasulullah saw menerangkan. Ikutilah jalan tengah. Usahakan untuk membawa rakyat lebih dekat kepadamu. Katakan kepada mereka, bahwa mereka akan masuk surga, tidak hanya semata-mata atas pahala yang dibuatnya saja, tetapi juga atas karunia Allah. Pernyataan Nabi ini terasa aneh bagi Aisyah. Sebab itu dia mengajukan pertanyaan, Berlaku jugakan hal ini terhadap diri Tuan?
Rasulullah menjawab, Ya, hal ini berlaku juga terhadap diriku. Aku juga harus berdoa untuk mendapatkan kasih sayang dan pengampunan Allah.
Suatu kali Aisyah berkata mengenai madunya Syafiayah. Wah, dia itu perempuan cebol. Mendengar ini Rasulullah saw menegur Aisyah, Hai Aisyah, kau mengatakan sesuatuayng bisa membusukkan air laut. Maafkan daku, Ya Rasulullah, Aku hanya mengatakan suatu kenyataan.
Suatu hari ada barang Aisyah dicuri orang. Karena marahnya, Aisyah menyumpah-nyumpah orang yang mencuri itu. Mendengar Aisyah menyumpahi pencuri, Rasulullah saw berkata, Aisyah, janganlah kamu mengambil alih dosa pencuri itu dengan menyumpahinya.
Aisyah mendapat pendidikan akhlak seperti ini, siang dan malam. Aisyah hidup di bawah pengawasan guru terbesar di dunia ini, dalam waktu 9 tahun. Sebab itulah Aisyah menjadi seorang alim, saleh dan bertaqwa.
Aisyah adalah satu-satunya wanita yang masih gadis, ketika dikawini Rasulullah saw. Istri-istri beliau yang lain semuanya janda, sebab itu mereka telah pernah mendapat pengajaran dari suaminya terdahulu. Tetapi Aisyah memasuki rumah tangga Rasulullah dengan jiwa yang putih bersih laksana secarik kertas baru. Dia punya pikiran yang mudah patuh. Perbedaan ini sangat penting. Kepribadian Rasulullah saw yang menarik itu, cukup mempunyai tenaga untuk membentuk hati dan rohani seseorang. Hati dan rohani Aisyah mendapat pembentukan menurut irama ajaran Nabi. Hasil yang memuaskan ini mendapat pujian istimewa dari Rasulullah saw. Rasulullah saw juga percaya, bahwa Aisyah akan memainkan peranan penting dalam perjuangan Islam sesudah beliau wafat.
Demikian semoga tulisan ini memberi hikmah betapa pentingnya pendidikan bagi seorang muslimah.

2)   Kisah Kehidupan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan Para Sahabat رضي الله عنهم

Dan orang-orang yang terdahulu; yang mula-mula dari orang-orang “Muhajirin” dan “Ansar” (berhijrah dan memberi bantuan), dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda kepada mereka dan mereka pula reda kepada Nya, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar. (Surah At-Taubah, Ayat 100)
  • Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling menyayangi antara satu sama lain. Mahukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling menyayangi antara satu sama lain? Sebarkanlah salam sebanyak-banyaknya diantara kalian" - (Muslim)

Aisyah ra

Seorang gadis kecil periang berumur sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan teman-temannya. Rambutnya awut awutan dan mukanya kotor karena debu. Tiba-tiba beberapa orang yang sudah agak tua muncul dari sebuah rumah di dekat situ dan datang ke tempat anak-anak tadi bermain-main. Mereka lalu membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan dengan laki-iaki paling agung di antara manusia, Nabi ummat Islam. Suatu penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang wanita. Aisyah adalah salah seorang putri tersayang Sayidina Abu Bakar ra, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama.

Aisyah ra. lahir di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Orangtuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai dengan tradisi paling mulia - agama Islam - dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia. Ia menjadi istri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya membuktikan bahwa ia seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia.

Di seluruh dunia, ia diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi ajaran Islam seperti apa yang telah disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh Nabi. Diingatnya secara sempurna semua yang disampaikan Nabi kepada para delegasi dan jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, ta'lim, dan mudzakarah Nabi dengan para sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama Islam. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.

Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi digantikan oleh seorang sahabat yang setia, Abu Bakar ra, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan pertama, dan setelah Fathima ra. meninggal dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia meninggal dunia, dua setengah tahun setelah wafat Nabi. Selama kekuasaan Umar al-Faruq, khalifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang penting. Umar terbunuh dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi Islam, dan menjurus kepada perpecahan yang tragis di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur. Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan ia terus mundur ke Madinah di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh putra khalifah sendiri. Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi darah Usman.

Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiyah. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu. Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya, kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi. Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersama-sama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diplester dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya.

Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan napasnya yang terakhir, Aisyah tidak mempunyai minyak. Waktu Khalifah Umar berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan tunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham, Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa.

Aisyah pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada masyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata kata Aisyah menjadi keputusan terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam.

Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka terutama di Madinah dan di seluruh dunia Islam. Aisyah ra. bersama Khadijah ra. dan Fathima az-Zahra ra. dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fathimah ra. di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah ra, dengan Aisyah ra sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah ra. nomor dua sesudah Nabi Muhammad SAW, di atas semua istri, sahabat, dan rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah orang pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.

3)   Kisah Aisyah pun pernah cemburu kepada Rasulullah

cemburu selalu terjadi bahkan pada istri istri Rasul saw, karena cemburu datang dari cinta, dan kecemburuan mereka tidak keluar dari norma norma syariah, suatu waktu Rasul saw sedang dirumah Aisyah ra, maka datanglah makanan kiriman dari salah seorang istri Rasul saw yang lain untuk Rasul saw, maka Aisyah ra cemburu dan tersinggung, maka ia menumpahkan mangkuk makanan itu hingga pecah,
Rasul saw membenahinya seraya tersenyum.., lalu mengambil mangkuk yang baru, dan mengembalikannya pada istrinya yang mengirim makanan,
Aisyah ra yang memecahkan mangkuk itu maka ia harus kehilangan satu mangkuk barunya untuk mengganti yang pecah, dan Nabi saw melakukan itu dengan tenang dan bijaksana tanpa marah dan emosi.


4)   Aisyah Binti Abu Bakar r.a

Rasulullah saw membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan Aisyah r.a yang telah banyak dikenal. Ketika wahyu datang pada Rasulullah saw, Jibril membawa kabar bahwa Aisyah adalah istrinya didunia dan diakhirat, sebagaimana diterangkan didalam hadits riwayat Tirmidzi dari Aisyah r.a,
Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong sutra hijau kepada Nabi saw, lalu berkata.’ Ini adalah istrimu didunia dan di akhirat.”
Dialah yang menjadi sebab atas turunnya firman Allah swt yang menerangkan kesuciannya dan membebaskannya dari fitnah orang-orang munafik.
Aisyah dilahirkan empat tahun sesudah Nabi saw diutus menjadi Rasul. Semasa kecil dia bermain-main dengan lincah, dan ketika dinikahi Rasulullah saw usianya belum genap sepuluh tahun. Dalam sebagian besar riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw membiarkannya bermain-main dengan teman-temannya.
Dua tahun setelah wafatnya Khadijah r.a datang wahyu kepada Nabi saw untuk menikahi Aisyah r.a. Setelah itu Nabi saw berkata kepada Aisyah, “Aku melihatmu dalam tidurku tiga malam berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan membawa gambarmu pada selembar sutra seraya berkata,’ Ini adalah istrimu.’ Ketika aku membuka tabirnya, tampaklah wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya,’ Jika ini benar dari Allah swt , niscaya akan terlaksana.”
Mendengar kabar itu, Abu Bakar As Siddiq dan istrinya sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah saw setuju menikahi putri mereka, Aisyah. Beliau mendatangi rumah mereka dan berlangsunglah pertunangan yang penuh berkah itu. Setelah pertunangan itu, Rasulullah saw hijrah ke Madinah bersama para sahabat, sementara istri-istri beliau ditinggalkan di Mekah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang untuk menjemput mereka, termasuk didalamnya Aisyah r.a.
Dengan izin Allah swt menikahlah Aisyah dengan mas kawin 500 dirham. Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan masjid Nabawi. Di kamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu.
Dihati Rasulullah SAW, kedudukan Aisyah sangat istimewa, dan tidak dialami oleh istri-istri beliau yang lain. Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan, “Cinta pertama yang terjadi didalam Islam adalah cintanya Rasulullah saw kepada Aisyah r.a.”
Didalam riwayat Tirmidzi dikisahkan “Bahwa ada seseorang yang menghina Aisyah dihadapan Ammar bin Yasir sehingga Ammar berseru kepadanya,’ Sungguh celaka kamu. Kamu telah menyakiti istri kecintaan Rasulullah saw.”
Sekalipun perasaan cemburu istri-istri Rasulullah SAW terhadap Aisyah sangat besar, mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah yang sangat terhormat. Bahkan ketika Aisyah wafat, Ummu Salamah berkata, ‘Demi Allah swt, dia adalah manusia yang paling beliau cintai selain ayahnya (Abu Bakar)’.
Di antara istri-istri Rasulullah saw, Saudah binti Zam'ah sangat memahami keutamaan-keutamaan Aisyah, sehingga dia merelakan seluruh malam bagiannya untuk Aisyah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Aisyah sangat memperhatikan sesuatu yang menjadikan Rasulullah saw rela. Dia menjaga agar jangan sampai beliau menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan darinya. Karena itu, salah satunya, dia senantiasa mengenakan pakaian yang bagus dan selalu berhias untuk Rasulullah saw.
Menjelang wafat, Rasulullah saw meminta izin kepada istri-istrinya untuk beristirahat dirumah Aisyah selama sakitnya hingga wafat. Dalam hal ini Aisyah berkata, “Merupakan kenikmatan bagiku karena Rasulullah saw wafat dipangkuanku.”
Bagi Aisyah, menetapnya Rasulullah saw selama sakit dikamarnya merupakan kehormatan yang sangat besar karena dia dapat merawat beliau hingga akhir hayat. Rasulullah saw dikuburkan dikamar Aisyah, tepat ditempat beliau meninggal.
Sementara itu, dalam tidurnya, Aisyah melihat tiga buah bulan jatuh ke kamarnya. Ketika dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, Abu Bakar berkata, “Jika yang engkau lihat itu benar, maka dirumahmu akan dikuburkan tiga orang yang paling mulia dimuka bumi.”
Ketika Rasulullah saw wafat, Abu Bakar berkata, “Beliau adalah orang yang paling mulia diantara ketiga bulanmu.” Ternyata Abu Bakar dan Umar bin Khattab dikubur dirumah Aisyah.
Setelah Rasulullah saw wafat, Aisyah senantiasa dihadapkan pada cobaan yang sangat berat, namun dia menghadapinya dengan hati yang sabar, penuh kerelaan terhadap taqdir Allah swt dan selalu berdiam diri didalam rumah semata-mata untuk taat kepada Allah swt.
Rumah Aisyah senantiasa dikunjungi orang-orang dari segala penjuru untuk menimba ilmu atau untuk berziarah kemakam Nabi saw. Ketika istri-istri Nabi saw hendak mengutus Ustman bin Affan menghadap khalifah Abu Bakar untuk menanyakan harta warisan Nabi saw yang merupakan bagian mereka, Aisyah justru berkata, “Bukankah Rasulullah saw telah berkata, ‘Kami para nabi tidak meninggalkan harta warisan. Apa yang kami tinggalkan itu adalah sedekah.”
Dalam penetapan hukum pun, Aisyah kerap langsung menemui wanita-wanita yang melanggar syariat Islam. Didalam Thabaqat, Ibnu Saad mengatakan bahwa Hafshah binti Abdirrahman menemui Ummul Mukminin Aisyah r.a. Ketika itu Hafshah mengenakan kerudung tipis. Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya dengan kerudung yang tebal.
Aisyah tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya dari Al Qur`an dan Sunnah. Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw sehingga banyak menyaksikan turunnya wahyu kepada beliau. Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada Rasulullah saw jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu ayat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ia memperoleh ilmu langsung dari Rasulullah saw.
5)   Makam Sayyidatina Aisyah

Aisyah termasuk wanita yang banyak menghapalkan hadits-hadits Nabi saw, sehingga para ahli hadits menempatkan dia pada urutan kelima dari para penghapal hadits setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik dan Ibnu Abbas.
Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Sayyidah Aisyah wafat pada usia 66 th, bertepatan dengan bulan Ramadhan,th ke-58 H, dan dikuburkan di Baqi`.
Kehidupan Aisyah penuh dengan kemuliaan, kezuhudan, ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah saw, selalu beribadah serta senantiasa melaksanakan shalat malam. Selain itu, Aisyah banyak mengeluarkan sedekah sehingga didalam rumahnya tidak akan ditemukan uang satu dirham atau satu dinar pun. Dimana sabda Rasul, “Berjaga dirilah engkau dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma.” (HR. Ahmad).
Dari berbagai sumber. 

6)   Aisyah ra., Mozaik Keilmuan nan Mumpuni

“Banyak laki-laki yang sanggup mencapai kesempurnaan. Tetapi hanya ada beberapa perempuan yang bisa mencapai hal yang sama, yaitu maryam binti imran dan asiyah, istri firaun. Sungguh keutamaan Aisyah apabila dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain sama seperti keutamaan tsarid ‘makanan yang terbuat dari daging dicampur dengan roti yang dipotong-potong’ dibandingkan dengan seluruh makanan lainnya” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kisah tentang Aisyah ra. tidak banyak dikupas secara mendalam hingga terbitnya buku ini. Kisah tentang Aisyah, biasanya terpotong-potong dan hanya menjadi bagian yang turut melengkapi sirah nabawiyah. Sepatutnya kita berterima kasih pada Sulaiman An-Nadawi yang telah menyatukan keping-keping mozaik kehidupan Aisyah dalam sirah, kumpulan hadits, hingga kisah-kisah kehidupan Aisyah pasca wafatnya Rasulullah saw.
Kehidupan setiap manusia bisa dikatakan sebagai kumpulan keping yang membentuk sebuah mozaik. Dan mozaik kehidupan Aisyah adalah termasuk mozaik terindah yang pernah ada. Kenapa? Karena mozaiknya beririsan dengan mozaik kehidupan manusia agung yang menjadi teladan manusia sepanjang masa, Rasulullah saw.
Kesempatan hidup yang lebih dekat dengan Rasulullah dibandingkan dengan istri Rasulullah lainnya berbuah manis pada pribadi Aisyah, salah satunya adalah pemahaman mendalam Aisyah akan pemaknaan hadits. Kerap kali Aisyahlah yang meluruskan pemaknaan hadits yang kurang tepat oleh para shahabat Rasulullah saw. Hal itu disebabkan oleh lebih banyaknya kesempatan yang dimiliki Aisyah untuk berada dekat dengan Rasulullah.
Dalam buku ini juga dikisahkan tentang kecerdasan Aisyah, rasa cintanya yang tulus dan mendalam kepada sunnah rasulullah saw., serta hasratnya yang sangat kuat untuk mengikuti dan menerapkan sunnah itu dalam kehidupan umat Islam di segala bidang, baik pribadi maupun sosial.
Meskipun ditulis dengan cukup apik dan cermat dalam menggambarkan segala aspek kehidupan Aisyah, tetapi penulisnya terlalu banyak mengulang-ulang materi dengan redaksi kalimat yang hampir sama di beberapa bagian buku. Sejak bagian pertama hingga bagian lima buku ini. Alih-alih mengingatkan kembali dan menunjukkan bukti kuat rawi hadits, tapi kecenderungan untuk bosan lebih dominan daripada maksud positif yang diharapkan oleh penulis. Sehingga sebenarnya, jika diperkenankan, buku ini seharusnya bisa diringkas lebih kompak dengan bahasa yang lebih menggigit, tanpa harus mengulang-ulang bagian yang telah dituliskan sebelumnya.
Kecerdasan Aisyah, membuatnya bagaikan spons yang menyerap banyak air zamzam keilmuan yang berasal dari rasulullah dan para sahabat di sekitarnya. Selain kemampuannya dalam menyerap ilmu, Aisyah juga adalah seorang guru yang andal. Guru yang memiliki lidah yang fasih dan lancar, keindahan gaya bahasa, dan tepat sasaran. Salah satu ceramah Aisyah yang terkenal dan menunjukkan ketinggian ilmu dan akhlaknya adalah pada Perang Jamal. Itu adalah bukti nyata.
Aisyah secara nyata mengabdikan dirinya pada ilmu pengetahuan dengan cara mengajarkannya kepada orang lain dan menggunakannya untuk memperbaiki keadaan umat Islam serta mengarahkan mereka ke jalan yang lurus. Madrasah Aisyah adalah madrasah ilmu yang paling diminati pascawafatnya rasulullah. Ia mendidik secara langsung setiap orang yang meminta pengajaran darinya, tanpa pandang bulu. Orang-orang yang meninta fatwa hukum dan menanyakan beraneka persoalan, Aisyah menyimaknya dengan saksama lalu memberikan jawaban yang sebaik-baiknya yang ia ketahui.
Aisyah tidak pernah bosan untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang persoalan apa pun yang menyangkut ajaran-ajaran agama Islam, termasuk tentang persoalan pribadi. Aisyah mendidik murid-muridnya bak seorang ibu yang mengasuh anak-anak kandungnya.
Dari madrasah yang diasuh oleh Aisyah itu, lahir banyak ulama terutama dari kalangan tabi’in. Di dalam Musnad Ahmad karya Imam Ahmad bin Hambal mencantumkan sejumlah besar periwayatan Aisyah yang bersumber dari murid-muridnya. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa Aisyah menjalani sisa usianya sebagai sumber rujukan utama bagi orang-orang yang membutuhkan jawaban dan fatwa, serta tujuan para peziarah dan penuntut ilmu. Terdapat banyak bukti dalam literatur Islam yang menunjukkan hal itu. Bahkan Qosim, salah satu ahli fiqih terkemuka di Madinah berkata, “Aisyah memberikan fatwa secara independent pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan seterusnya hingga akhir hayatnya. Jadi, meskipun Aisyah adalah seorang wanita, tapi kapasitas keilmuannya tidak kalah dari sahabat rasul yang pria.
Ada banyak persoalan hukum yang diperdenatkan oleh para ulama fiqih. Aisyah biasanya memilih pendapat yang mendatangkan lebih banyak kemudahan bagi kaum perempuan. Hal ini wajar karena apabila dibandingkan dengan ulama-ulama fiqih yang berjenis kelamin laku-laki, Aisyah tentu lebih mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi kaum perempuan. Setelah merumuskan pendapatnya sendiri, Aisyah kemudian memberitahukan pilihannya itu kepada para perempuan muslim. Dan fatwa yang dihasilkan dari keluasan ilmunya menunjukkan bahwa pendapatnya—menurut para ahli fiqih—lebih tepat dan layak digunakan secara luas di wilayah-wilayah muslim di seluruh penjuru dunia.
Berdasarkan sudut pandang agama, syariat, akhlak, kemuliaan, dan kesucian, Aisyah tidak bisa dibandingkan dengan perempuan terkenal mana pun pada masa kini dan masa-masa sebelumnya. Sejarah manusia tidak pernah lagi melahirkan seorang perempuan lain seperti Aisyah yang mampu melaksanakan segenap tugas keilmuan, menjalankan amanah dakwah dan pengajaran dengan sempurna, memainkan peran sosial dan politik yang sangat penting, tapi pada saat yang sama, ia tetap melaksanakan seluruh kewajiban agama secara konsisten dan memelihara tingkah laku serta budi pekerti dengan baik.
Itulah Aisyah, sosok dengan sifat-sifat paripurna yang telah menghadirkan teladan ideal bagi ratusan juta kaum perempuan. Itulah jalan yang paling indah yang diajarkan Aisyah kepada generasi-generasi yang datang berikutnya. Itulah warisannya yang abadi. Seluruh aspek kehidupannya menggambarkan ketundukan paripurna Aisyah pada Allah Swt. Akhlaknya yang mulia, kesucian dirinya, sifat zuhud yang dimilikinya, dan kemampuannya menjelaskan hukum-hukum agama secara teperinci. Kepadanyalah para perempuan berutang dalam segala bidang kehidupan, religius, akademi, dan sosial.
Cirebon, Medio Oktober 2007

7)   Bukti Kecerdasan 'AISYAH R.A' (UMMUL MUKMININ)


Rasulullah bersabda "seorang perempuan dinikahi karena empat perkara : hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya". (shahih Muslim dan Sunan Abu Daud).

Karenanya pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu akan beruntung. Muslimah yang agamanya baik pasti akan membawa manfaat bagi banyak orang.(InsyaALLAH)

berdasarkan hal ini maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa perempuan yang paling dicintai oleh Rasulullah adalah perempuan yang memiliki kecerdasan dan bermanfaat.

hal ini yang menyebabkan Rasulullah sangat mencintai Aisyah. Aisyah memiliki kecerdasan yang luar biasa. ia mampu mengingat dan merekam semua perkataan Rasulullah dan mengingat semua kejadan yang pernah dialaminya. Umar pernah berkata kepada anak perempuannya Hafsah "janganlah engkau cemburu terhadap seseorang yang kecantikan dan kebaikannya dicintai Rasulullah." dan ketika mendengarnya Rasulullah hanya tersenyum. hal ini membuktikan bahwa Aisyah memang menduduki tempat tertinggi di hati beliau.

namun Rasulullah sangat mencintai semua istri-istri beliau dan selalu berlaku adil pada semuanya. Namun tak jarang Aisyah sering merasa cemburu terhadap khadijah sampai ia pernah berkata " aku tidak pernah cemburu dengan perempuan manapun di muka bumi kecuali khadijah, karena Rasulullah sangat sering menyebut-nyebut namanya." Rasulullah memang kerap kali menyebut-nyebut nama Khadijah karena dari khadijahlah beliau memperoleh keturunan dan khadijah sosok yang luar biasa dalam islam karena ia dengan setia menemani dakwah Rasulullah dan rela mengorbankan semua yang ia miliki untuk memperjuangkan islam.

salah satu bukti kecerdasan Aisyah adalah ketika Aisyah masih kecil Rasulullah pernah melihatnya bermain bersama temannya. dan ketika Rasulullah datang Aisyah langsung menyembunyikan mainannya. Rasulullah melihat sebuah mainan yang berbentuk kuda dan memiliki sayap lalu Rasulullah bertanya kepada Aisyah kecil " Wahai Aisyah apakah kuda memiliki sayap?" lalu dengan cepat dan tepat Aisyah menjawab " bukankah kuda Sulaiman memiliki sayap?" mendengar jawaban Aisyah tersebut Rasulullah dapat melihat kecerdasan yang luar biasa ada lama diri Aisyah. bayangkan anak sekecil Aisyah dapat mengingat hal tersebut dan menjawab pertanyaan itu dengan cepat. Sungguh luar biasa THE GREATEST WOMAN IN ISLAM "AISYAH R.A"

dari kisah ini kita dapat memperoleh informasi dan menumbuhkan motivasi untuk selalu memperbaiki diri dan belajar dengan sungguh-sungguh, agar kita dapat menjadi perempuan yang cerdas dan bermanfaat.

So, teruslah belajar untuk menjadi muslimah yang cerdas dan memiliki manfaat bagi banyak orang, agar kita bisa menjadi salah seorang dari perempuan yang dicintai Rasulullah.
J

Oleh Fira Fudhla

8)   Aisyah dan Kecerdasan Intelektual Muslimah Sejati

Ummahatul Mukminin, Aisyah ra. Siapa yang tak mengenal beliau?Istri kesayangan Rasulullah Saw. Satu hal yang membuatnya menjadi kecintaan Rasul Allah Swt ini adalah kecerdasan dan keluasan wawasannya. Seperti apakah kecerdasan beliau yang pada akhirnya menjadikannya sebagai rujukan berbagai cabang ilmu, terutama hadist? Berikut akan penulis paparkan kisah ringkas Aisyah ra. dan kecerdasan intelektual yang sudah seharusnya dimiliki muslimah.
Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah atau bulan Juli 614 M, atau tahun ke-5 kerasulan Muhammad Saw. Sejak kecil, Aisyah tidak pernah mendengarkan suara kemusyrikan dan kekafiran di rumahnya. Kecerdasan Aisyah sendiri sudah terlihat sejak kecil, diantaranya:
a. Mampu mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk hadist-hadist yang didengarnya dari Rasulullah Saw;
b. Mampu memahami, meriwayatkan, menarik kesimpulan serta memberikan penjelasan detail hukum fiqih yang terkandung di dalam hadist;
c. Sering menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil;
d. Mampu mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga bagian-bagian terkecilnya.

Rasulullah Saw. menikahi Aisyah ra.

Ada suatu kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebelum Rasulullah Saw meminang Aisyah, “Sebelum menikahimu, aku pernah melihatmu dua kali di dalam mimpi. Aku melihat malaikat membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. Kukatakan padanya, ‘Singkapkanlah’. Malaikat itu pun menyingkapnya. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu kukatakan, ‘Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia pasti akan membuatnya terjadi’. Pada kesempatan lain, aku kembali melihatnya datang membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. Maka kukatakan, ‘Singkaplah’. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu aku berkata, ‘Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia pasti akan membuatnya terjadi’.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad). Tujuan paling dasar dari pernikahan Aisyah dengan Rasulullah Saw. adalah untuk mengukuhkan hubungan antara kekhalifahan dan kenabian. Aisyah memang menikah di usia yang masih sangat dini. Namun, keputusan Rasulullah Saw untuk menikahi Aisyah di usia dini tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan, kematangan, dan kedewasaan berpikir Aisyah memang mencapai sebuah tingkat yang mengagumkan. Sulaiman An Nadawi menyebutkan pula bahwa pribadi-pribadi cemerlang yang memiliki bakat dan potensi tinggi untuk mengembangkan kemampuan intelektual mereka, biasanya juga cenderung untuk mencapai kematangan fisik lebih cepat daripada orang-orang biasa.
Dikisahkan oleh Ummu Athiyyah, “Rasulullah Saw. datang meminang Aisyah binti Abu Bakar yang masih kanak-kanak. Ketika itu, Aisyah sedang bermain. Tiba-tiba pengasuhnya datang, memegang tangan Aisyah, lalu mengajaknya pulang. Sebelum dinikahkan, Aisyah terlebih dahulu didandani dan dibri hijab. Setelah itu, barulah Abu Bakar menikahkannya dengan Rasulullah Saw.

Berumah tangga bersama Rasulullah Saw.

Aisyah ra. baru hidup bersama Rasulullah Saw. ketika berada di Madinah. Setelah sembuh dari penyakit yang diderita akibat iklim Madinah yang tidak bersahabat, Aisyah segera dipersiapkan dan dididik untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Aisyah merupakan perempuan satu-satunya yang menjalani kehidupan berumah tangga bersama Rasulullah Saw. di usianya yang sangat tepat untuk belajar dan menuntut ilmu.
Persamaan Aisyah dengan ayahandanya, Abu Bakar, adalah kecerdasan otak dan kematangan berpikir. Aisyah mempelajari sastra dan genealogi pun dari Abu Bakar. Aisyah dikenal memiliki kecerdasan dalam menyampaikan gagasan dengan gaya bahasa yang indah. Aisyah mulai belajar menulis dan membaca, termasuk membaca Al Qur’an setelah berumah tangga bersama Rasulullah Saw. Aisyah mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti penyempurnaan kemanusiaan, pemurnian akhlak, pengetahuan tentang prinsip-prinsip agama dan rahasia-rahasia syariat, pengertian tentang hukum-hukum dan maslahat-maslahat keagamaan serta ilmu tentang Al Qur’an dan As Sunnah. Selain itu, Aisyah juga menguasai ilmu-ilmu sejarah dan pengobatan.

Semangat Aisyah ra. dalam Belajar bersama Rasulullah Saw.

Meski telah berumah tangga bersama Rasulullah Saw., Aisyah tidak memiliki waktu khusus dalam belajar. Apabila ada persoalan yang tidak ia pahami atau tidak ia dengar dengan baik, Aisyah selalu menanyakannya kepada Rasulullah Saw. Aisyah memiliki rasa ingin tahu yang besar, suka mengajukan pertanyaan dan tiada pernah puas sebelum persoalannya selesai, bahkan melacak setiap hal dengan sangat detail. Beberapa peristiwa yang membuktikan semangat dalam belajar diantaranya:
1. Tentang amal perbuatan, Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa dihisab, maka ia akan disiksa”. Aisyah kemudian bertanya, “Bukankah Allah Swt. telah berfirman, “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (QS. 84: 8)?”. Rasulullah Saw. menjawab, “Kemudahan itu hanya terjadi saat amal perbuatan ditampakkan. Tetapi setiap orang yang amal perbuatannya dipersoalkan, ia pasti celaka” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Abu Dawud)
2. Tentang nasib orang-orang kafir yang melakukan amal kebaikan di dunia. Aisyah bertanya, apakah mereka juga memperoleh pahala?Rasulullah Saw. menjawab, “Wahai Aisyah, ia tidak pernah berdoa agar Allah mengampuni dosa-dosanya pada hari Kiamat” (HR Muslim, Ibnu Hibban, Hakim dan Ahmad)
3. Tentang jihad bagi wanita. Aisyah bertanya, “Apakah perempuan juga wajib berjihad?”“Jihad bagi kaum perempuan adalah melaksanakan ibadah haji” Rasulullah Saw. menjawab, (HR Bukhari, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Aisyah pun pernah mengajukan pertanyaan yang dapat membuat Rasulullah Saw. marah. Namun, karena rasa cinta dan sayang Rasulullah Saw. membuat beliau tidak pernah merasa jengkel menghadapi pertanyaan-pertanyaan Aisyah. Tanpa semangat dan keberanian Aisyah, umat Islam tidak mungkin mendalami tentang hakikat kenabian. Rasulullah Saw. membimbing Aisyah agar mampu menanggung beban berat sebagai seorang istri Nabi dan duta pertama Rasulullah Saw. kepada kaum muslimah. Aisyah pun mempelajari semua ilmu dengan telinga terbuka, dan hati sadar, juga mengamalkan ajaran-ajaran secara tekun dan konsisten.
Semoga kita mampu meneladani semangat Aisyah ra. dalam menuntut ilmu, utamanya ilmu-ilmu agama. Wallahu’alam…
Referensi:
Sulaiman An Nadawi, Aisyah: The True Beauty, 2007, Jakarta: PENA
Mujahidah 'Ilmiy