Kamis, 13 November 2014

Aku Ingin Bersamamu Selamanya


Assalamu’alaikum,
Hallo,
Anyeong,

Apa kabar semuanya?
Ah, rasanya waktu berlalu begitu cepat. Banyak jarak, ruang, dan waktu yang sekarang tercipta di antara kita. Bagaimana hari-hari kalian?
Seperti biasa, gadis sentimentil melankolis perfeksionis analisis narsis ini datang mengetuk branda kalian hanya sekedar untuk memaksa kalian membaca tulisan (nggak) PENTINGnya. Hahahha..
(Bagaimana ia harus memulainya?) *abaikan
Jika diingat-ingat (entah kalian mengingatnya) ini kali kedua gadis ini menulis tentang kalian, tentang kita. Bagaimana dulu tulisan itu berupa album kenangan untuk membuat awal mimpi selepas kita wisuda. Sekarang kita tengah melangkah berupaya mewujudkannya.
Tapi tulisan yang terurai ini tidak untuk membahas itu, melainkan kata-kata terimakasih dan rindu gadis ini untuk kalian.
Baiklah, gadis ini berharap kalian membacanya dengan benar :D
  •        Terimakasih itu bernama Wulan dan rindu itu bernama kedewasaan logika
Hallo kakak tertua? Bagaimana keadaan kota impianmu? Apa kau menemukan gadis sepertiku di sana? *kurasa tidak! karena messagesmu selalu mengatakan bahwa kau merindukanku… :8
Ada banyak waktu yang kita lewati dengan perbincangan yang lebih berat untuk dicerna tidak dengan sekedar candaan. Yang gadis ini pelajari darimu adalah keberanianmu dalam melangkah mengambil keputusan-keputusan. Meski kadang cukup riskan, tapi kau selalu menapakkan langkah pertamamu tanpa ragu. Kata kuncimu adalah logika. Kau selalu bangga memanggilku “Adeg Kedua Pilar Aisyahku”, dan aku menyukainya. Jalan hidupmu tidak mudah maka itu Allah mencurahkan kasih sayang yang lebih padamu. Kau orang baik, tapi tidak semua tindakanmu dapat gadis ini benarkan. Tentu saja kau perlu mendengar pendapat orang lain tentang itu. Namun, apapun yang orang-orang katakan tentangmu, gadis ini akan selalu menyaringnya. Bagaimanapun juga, 6 tahun mengenalmu membuatku paham akanmu. Kau, kakak tertua Pilar Khadijahku.
Gadis ini merindukan saat kita berdua menonton CD hingga larut malam di ruang TV sambil tertawa egois (mengabaikan orang rumah yang tengah tidur) demi menikmati film yang kita tonton. Atau menghabiskan waktu menyantap kolak durian dan steak blackpaper atau mushroom sederhana di kampus orang lain, dan banyak waktu gila lainnya bersama para PILAR. Love you :*

  •        Terimakasih itu bernama Rahmi dan rindu itu bernama perhatian   
Ah, pertama kali bertemu denganmu, gadis ini merasa ia akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk akrab denganmu. Dengan kesoktahuan gadis ini, baginya kau tipikal orang yang akan fokus dengan orang-orang yang telah membuatmu nyaman saja. Istilahmu, kau katakana bahwa dirimu pemalu. Tapi menurut gadis ini, itu tidak sepenuhnya benar. Kau menyimpan kenarsisan yang terselubung sama seperti gadis ini.
Nggak ngerti juga bagaimana awalnya, sebab pada akhirnya kita begitu cepat akrab. Kau malah memanggil gadis kecil ini dengan sebutan kakak. Padahal jelas-jelas kau lebih tua 5 bulan dariku. Selain itu, posturku juga tidak mendukung untuk menjadi kakakmu. Namun aku menerimanya dengan perasaan narsis bahwa mungkin aku salah satu yang terbaik di hidupmu, sehingga kau menghormati gadis kecil ini dengan sapaan kakak.
Mendapati orang sepertimu di sisiku adalah hal yang menyenangkan. Banyak perhatian yang kau curahkan untuk gadis ini. Handphone silentku itu kerap bergetar lebih banyak memuat namamu. Sayangnya terkadang terlalu banyak terabaikan karena kebiasaan jelekku. Maafkan gadis ini… Kau benar-benar orang yang penuh perhatian dan kepedulian padaku. (*Meski kau lebih banyak mencintai Juni daripada aku :D). Namun tetap saja gadis ini merasa ia tidak memberikan perhatian yang setimpal padamu. Ya, gadis ini terlalu betah dengan style cueknya. Tapi kali ini gadis ini katakan, ia benar menyayangimu seperti adiknya sendiri.

Banyak masa telah kita habiskan dengan beat merahmu. Kau yang selalu setia bersamaku untuk pergi liqo bareng, maupun ketempat-tempat lainnya. Kepergianmu ke kota yang baru membuat waktu berkelana gadis ini hilang. Dan itu membuatku banyak merindukanmu.

            Aku selalu mengingat bagaimana kau mengurus dengan baik ketika gadis ini sakit saat perjalanan kita ke Sibolangit mengunjungi air terjun dwi warna. Kau menjaga tidurku, menyuapiku makan, mengusuk kakiku yang sakit, membalutku dengan selimut dan baju hangat, memberikanku obat. *Bukankah kau yang lebih pantas menjadi kakak? Momen itu, tidak akan pernah kulupakan. Kau orang yang paling suka memelukku. Jazakillah khairan katsiran. Love you :*


  •        Terimakasih itu bernama Tipa dan rindu itu bernama prepare.
Miss prepare mungkin itu julukan yang tepat untukmu. Kau yang selalu mempersiapkan segala sesuatu dan kemungkinan yang akan terjadi. Contoh hal kecilnya, selalu ada payung di tasmu untuk melawan cuaca panas dan hujan. :D Terkadang gadis ini tidak PD berjalan di kampus dengan payung saat terik menyapa, tapi kau begitu mengacuhkan dan selalu menarikku untuk berlindung di payung kalau kita sedang jalan bersama. Gadis ini juga banyak belajar tentang sikap keibuan yang kau miliki. Bagaimana kau memasak untuk adikmu. Ya, kala itu gadis ini menginap di rumahmu. Kau memasak sop, cumi goreng, dan (gadis ini lupa, apa gorengan itu bakwan? :D) sementara aku hanya membantu memotong bahan. Tapi, aku tidak begitu menikmati sopnya, sebab menurutku itu masih kurang matang. Namun menurutmu, begitu cara memasak sayur yang baik. *aku tak paham, hanya taunya makan aja :D
Saat gadis ini bersamamu, ia selalu merasa kau kakak baginya. Sebab itu gadis ini selalu menyukai kala kau memanggilnya dengan panggilan “Dedekku”. Ah, mengingatnya selalu membuatku tersenyum. Kadang kala, gadis ini juga merasa kita bisa lebih terbuka satu sama lain. Kabar terakhir darimu, kau sedang mengejar kebaikan untuk semakin dekat denganNya. Aku begitu bahagia mendengarnya. Semoga kita selalu mendapatkan keberkahan dariNya. Love you sista :*


  •        Terimakasih itu bernama Suci dan rindu itu bernama curhat.
Kalau berbicara tentangmu, tentu saja kau paling suka dibilang mirip sama gadis kecil ini. (apa gadis ini begitu manis?) *abaikan
Dirimu orang yang sangat peduli akan kesehatan, sangat terbalik denganku yang melanggar kepedulian itu hingga rentan sekali sakit. Saat bersamamu, aku benar menjadi aku. Aku tidak perduli dengan imageku. Aku mengeluarkan semua kenarsisanku padamu. (aku tidak peduli meski kau merasa ingin muntah sekalipun). Gadis ini juga obat buatmu. Kalau kau suntuk, kau akan menelpon gadis ini untuk mendengar suara cemprengnya dan lelucon kenarsisan rasa melonnya. *aku rasa kau akan merasa jauh lebih baik setelah itu karena kau selalu tertawa mendengar ocehanku.
Saat kuliah dulu, selalu kostmu yang jadi rumah keduaku. Sejujurnya bukan Formasi, karena aku jarang sekali menginap di PI (salah kalimat). Sedikit aneh, aku yang asli kota ini malah kerap menjadi Kak Toyiba dengan terlalu seringnya menginap di kostmu. Meski ujung-ujungnya bajumu kerap kupakai karena tidak pernah prepare untuk menginap. Ahhhaaa…Kita juga berkecimpung di dunia sastra (membuat kita sedikit lebih puitis dari yang lainnya). Kita selalu terlibat curhat tentang apapun. Tentang rasa yang paling purba sekalipun (cinta) tidak ada yang kita tutupi. Mungkin benar kalau kita Upel dan Ipel. Love you :*
  •      Terimakasih itu bernama Tika dan rindu itu bernama Gila hangout.
Ah, ini lagi! Kalau ditanya Si Riska dan Si Tika kemana? jawabannya tentu  sedang pergi melalak. Kadang dengan tujuan yang jelas, kadang juga absurd :D
Kita banyak menghabiskan waktu sama-sama. Selalu rela ngantar gadis ini pulang sampai rumah kalau waktu hangout kita melewati jam 8 malam. Ia bilang, titipapan-tembung/pancing udah terasa dekat aja jaraknya! ahahha…
Kita selalu berusaha jujur terbuka ngomongin apa yang kita suka dan nggak suka satu sama lain, karena menurut kita itu cara ampuh untuk menyelesaikan masalah. Diantara teman-teman yang lain, dia nih yang paling cemburuan kalau aku dekat sama orang lain. Ahahha… Takut banget kehilangan gadis kecil imut kayak ane bro?? *PD GILA!!
Hampir semua momen kita menyenangkan kecuali acara jutek dan ngambekan :D Jazakillah khair udah selalu care, sayang, dan cemas buat aku. Terimakasih juga udah mau menerimaku dengan segala bentuk kenarsisan yang kadang eneg di telinga. You said, “Please deh dek, jangan mulai lebay!” Ahahha.. Love you :* Oiya, mari kita order dimsum lagi dan pintu rumah ane selalu terbuka kalau ente mau nginep :D


  •      Terimakasih itu bernama Fitri dan rindu itu bernama easy going.
Kalau ditanya siapa teman yang asyik dibawa kemana aja, jawabannya tentu Fitroke :D Dia orang yang easy going banget meskipun kadang-kadang galak juga ya trok :v
Jalan-jalan kita selalu menyenangkan. Dulu kita suka berbagi banyak hal bareng-bareng, termasuk ngebahas artis (padahal nggak penting). Sekarang, rasanya sudah sangat jarang kita melakukannya. *Ayo kita mulai lagi. Hihihiii..
Oiya, gadis ini mau bilang terimakasih banget karena dirimu udah mau ikut repot dan ngejaga gadis ini waktu sakitnya kumat di drug center dan kost Intan. Sebenarnya saat itu, gadis ini merasa bahwa hari itu waktu terakhir baginya, itu benar-benar terasa sakit. T_T Meskipun demikian, gadis ini akan senang karena saat itu ia di kelilingi oleh sahabat-sahabat terbaiknya. Terimakasih juga karena tidak pernah meninggalkanku disaat aku menjadi orang aneh di mata orang-orang sekalipun. Jazakillah khairan Syahfitri moet, Love you :D


  •        Terimakasih itu bernama Dinda dan rindu itu bernama perfeksionis.
Memiliki tanggal lahir yang sama, namun kita ini kembar tapi beda ya kak? hehehe.. Kak Nda yang gadis ini kenal adalah orang yang semangat belajar, kreatif, dan kemauan buat majunya sangat besar. Ia ingin perfek di segala hal. *sama, saya juga. Aku senang melihat kakak semangat seperti itu, meskipun kami (sayup rindu gengges) jadi terabaikan T_T. (*apa sih? nggak penting) Maksudnya, meskipun kakak sedang sibuk S2 sekarang, jangan lupa jaga kesehatannya.. Jangan lupa makan, kalau begadang ngerjain tugas, harus banyak minum vitamin. Madu dan sari kurma atau obat habbatussaudah bagus untuk dikonsumsi.
Sebenarnya dengan kesibukan kakak yang konsen dikuliah saat ini, membuat gadis ini berpikir bahwa kakak nggak akan sempat baca tulisan yang gadis ini buat, tapi meskipun begitu gadis ini berkeyakinan kalau teman-teman yang lain akan menyampaikan isi tulisan ini ke kakak. *PD. Kalau bosen, calling-calling kita buat refreshing bareng. Dan, mari kita rayakan ulang tahun kita bersama lagi tahun depan :D *Semangat sukses dan sayang buat Kak Nda. Love you :*


  •        Terimakasih itu bernama Nisa dan rindu itu bernama error.
Nisa (aka Maghfiratun Nisa) (aka Mak Tun) (aka Mak’e) gadis error *ralat: Emak Error (karena sekarang udah punya Baby Goldie) yang pernah aku kenal. Sebenarnya soal keeroran kita beda tipis sih. Kadang-kadang kita sama-sama suka telmi, tapi kadang-kadang juga narsis tingkat muntah. Kalau udah kumat, suka messages narsis bin aneh ke orang-orang. Maniak buku juga.

Diantara teman-teman yang ada di sini, kita yang paling lama saling kenal ya, Mak? kira-kira udah 8 tahun. Dan selama perkenalan itu pula yang paling nggak berubah adalah kenarsisanmu. Lain kali, mari kita duet narsis Mak. Ahahahaa..


Tapi gadis ini salut samamu mak. Dirimu termasuk bergerak cepat dalam kebaikan. Baik itu soal hijrah, maupun soal pernikahan. Mari rawat baby Goldie dengan baik. Supaya kalau gathering Formasi Kid’s nanti Goldie bisa jadi kandidat terkuat dengan bilang, “Woi, ente anak gen berapa? papa ane penggagas sekaligus gen pertama di Formasi. Mama ane juga turunan ke tiganya. Ane darah murni di Formasi! *ngikut film yang kekinian. Darah murni darah suci. Wkwkwkwk..


“Eits, tunggu dulu! Antum bukan just the one. Ane juga darah murni. Abi ane keturunan ketiga dan ummi ane keturunan keempat. *(calon anak Arif dan Heny). :D Love you Mak’e :*


  •        Terimakasih itu bernama Fida dan rindu itu bernama duo imut.
Kalau ada yang bisa ngalahin imyutnya aku, tentu jawabannya gadis jalan pukat ini. Sebenarnya secara postur, gelar upel ipel ini lebih cocok antara gadis titipapan dan jalan pukat dari pada dengan gadis rampah (Suci). Dimulai dari tinggi, kacamata, penampilan, dan imutnya 11-12.

Ingat nggak panggilan emak dan anak yang kita gunakan kalau lagi saling nge-joke? Ane punya versi barunya,

Emak: “Aduh Nak, kan udah mamak bilang jangan makan bakso bakar aja, sakit perutnya kan? Mamak cubit nanti ya!”
Anak: “Jangan khawatir mak, sekarang ada kabar bahagia. Anak emak udah jual herbal. Jadi nggak khawatir sakit lagi.”
Emak: “Termasuk buah manggis yang ada ekstraknya?”Anak: “LOL”


Momen yang aku suka juga waktu kita makan durian berhias badai hujan. Beneran deh itu momen yang sweet dan nyenengin banget! Ya meskipun ujung-ujungnya pulang dengan kuyup. Hehehe… Semoga lain kali bisa melewatkan momen menyenangkan seperti itu lagi. Go Ucok duren go.. *loh??? love you :*
            
  •         Terimakasih itu bernama Juni dan rindu itu bernama kerja dakwah.

Juni gadis pintar, soleha, dan baik yang kukenal. Gadis ini banyak belajar tentang semangat dakwah dan sharing ilmu agama dengannya. Penampilannya sederhana, ia juga memiliki kegemaran menulis. *Makanya aku membiarkan Rahmi lebih baik dengannya daripada denganku. Karena Juni memang lebih baik dariku :D
Aku suka menghabiskan waktu bersamanya di kereta api saat jadi freelance tester di Kisaran. Malamnya kami suka sharing sebelum terlelap. Gadis ini senang karena dirimu menyukai panggilan khusus yang gadis ini buat untukmu. Bahkan salah satu accountmu bernikname Junkusay. Singkatan dari yang kubuat (Juniku sayang). Semoga terus saling mengingatkan dalam kebaikan. Love you Junkusay :*   *Ayolah Junkusay, jadi Murobbiku \(0_0)/



  •         Terimakasih itu bernama Intan dan rindu itu bernama innocent.
Kalau bercerita tentang Intan ssi yang wajahnya mirip artis ibukota Aura Kasih ini, maka tentu saja itu Korean style. (Ah, Nuna aku sangat lapar. Bisakah kau memasakkanku kimchi? :D)

Intan nuna orang yang sedikit sensitif, aku suka menggodanya dengan guyonan. Kalau dapat kiriman ikan teri kacang dari ommanya di Aceh, maka ia yang alergi ikan teri akan menepikannya. Meninggalkannya untukku. (Padahal Nuna, aku juga lebih suka kacangnya dari pada teri itu!)


Aku menyukai boneka turtle miliknya. Itu sangat cantik. Gadis kecil ini suka memeluknya saat nginap di kost Intan Nuna gara-gara melihat drama/video Korea. *Kelihatan banget Kak Toyiba gadis kecil ini karena selalu menginap di kost orang. (Mari lain kali kita melihat filmnya bersama lagi nuna :D) Love you nuna :*


  •         Terimakasih itu bernama Putri dan rindu itu bernama nyanyian.
Sudah lama sekali lost contact dengan ia yang gadis ini panggil Bubun. Bubun (aka Bunda) karena sosoknya yang keibuan dan terlihat dewasa. Gadis ini suka belajar tehnik bernyanyi denganmu yang memang memiliki suara yang bagus. Sebenarnya gadis ini tidak benar-benar tahu bagaimana keadaanmu sekarang, maka dari itu, mari kita hangout bareng lagi dengan yang lainnya :D love you bubun :*


  •         Terimakasih itu bernama Lini dan rindu itu bernama jalinan.
Sejujurnya kita tidak terlalu dekat. Namun kita juga lumayan sering melewati momen bersama sayup rindu (Fitri, Tipa, Dinda, Nisa, Intan, Putri). Maka dari itu gadis kecil ini menamakan rindu itu dengan jalinan. Meskipun kita berbeda, namun kita saling menghormati. Itu yang membuat kita menjadi berbahagia bersama. love you :*


            Tak lupa pula untuk sahabatku yang lainnya. Untuk teman-teman masa kanak-kanak, terimakasih telah menjadi sahabat yang apa adanya dengan kepolosan kita. Untuk teman-teman menengah, terimakasih sudah menjadi sahabat melewati masa pubertas yang positif. Untuk teman-teman tingkat atas, terimakasih sudah menjadi sahabat yang mengajarkanku untuk memahami karakter setiap individu.   Love you all :*:*:*
Hm, nggak terasa sudah 12 lembar gadis ini menulis. Apapun yang gadis kecil ini tulis, ini hanya ungkapan terimakasihnya. Afwan jiddan kalau ada kata-kata yang kurang berkenan. Bagaimanapun juga, gadis kecil ini hanya seorang Riska. Just Riska! Seorang Riska yang seperti menipu usianya sendiri karena selalu dipanggil Adek oleh kalian (kecuali Rahmi).
Bersama kalian aku hidup, bersama kalian aku belajar memahami, menghargai, dan memaklumi perbedaan. Bersama kalian aku melangkah, bersama kalian aku ada dan menjadi berarti. Jazakillah khair karena telah mewarnai hidupku. Dan aku berterimakasih pada Allah atas takdir ini. Mari tetap membersamai dan melangkah dalam kebaikan.

Ketika tunas ini tumbuh, serupa tubuh yang mengakar.
Setiap nafas yang terhmbus adalah kata.
Angan, debur, dan emosi bersatu dalam jubah keterpautan.
Tangan kita terikat, lidah kita menyatu, maka setiap apa yang terucap adalah sabda pendita ratu.
Di luar itu pasir, di luar itu debu.
Hanya pasir meniup saja lalu terbang tak ada.
Tapi kita tetap menari, tarian hanya kita yang tahu.
Jiwa ini tandu, maka duduk saja, maka akan kita bawa semua,
karena kita adalah satu. (Aku ingin bersamamu selamanya, AADC 2002)




                                                                                                With Love,

                                                                               

            Riska H Akmal


Selasa, 02 September 2014

Cerpen ke-8 Pilar Aisyah di Dakwatuna (Kakak Sudah Membaca Proposalnya, Dia Cocok Untukmu

“Besok ada seminar Hakikat Cinta, Fa. Ikutan yuk!”
            “Sampai jam berapa, Al? Soalnya besok sore aku harus ngajar.”
          “Nggak lama kok, dari jam sembilan sampai ba’da dzuhur. Nanti kalau memang kelamaan, kamu balik duluan saja,”
            “Ok, sampai ketemu di ballroom besok ya. Assalamu’alaikum,”
            “Wa’alaikum salam,”
***
Kendaraanku melesat menuju jalan Bromo. Seperti biasanya setiap jum’at pukul dua siang aku ada agenda liqo’. Aku tiba di rumah sederhana Murobbiku pukul dua kurang seperempat. Di dalam, sudah ada Hafsah, Widya, dan Ana. Masih ada waktu lima belas menit lagi sambil menunggu Fitri dan Sofia datang, aku dan Hafsah keluar sebentar membeli makanan wajib kami saat liqo’ yaitu gorengan.
“Liqo’ hari ini akan ada berita mengejutkan, Fa!”
“Oh ya? memangnya ada berita apa?”
“Widya sudah menerima proposal dari temannya saat Aliyah dulu.”
“Alhamdulillah, sepertinya Widya akan menjadi orang pertama dari lingkaran cinta kita yang akan menikah.”
“Aduh, aku jadi galau..”
“Akan ada waktunya Hafsah. Harus bersabar.”
“Ini gorengannya, Nak.”
“Terimakasih, Bu.”
Saat kami kembali, Fitri dan Sofia sudah datang. Seperti biasa susunan liqo’ dimulai dengan membaca Al-Quran, setoran hafalan, materi, dan terakhir khobar. Materi pada pertemuan kali ini tentang kepribadian wanita soleha.
"Rasulluloh bersabda, dunia adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita sholeha (HR.Muslim). Bahwa ciri khas seorang wanita sholeha adalah ia mampu menjaga pandanganya. Ciri lainya adalah bahwa dia senantiasa taat kepada Allah dan RasulNya. Make-upnya adalah basuhan air wudhu, lipstiknya adalah memperbanyak dzikir kepada Allah dimanapun berada. Celak matanya adalah dengan memperbanyak bacaan Al-Qur'an. Jika seorang muslim menghiasi dirinya dengan perilaku taqwa, maka akan terpancar cahaya keshalihan dari dirinya.”
“Wanita dengan kecantikan yang ia miliki, lebih anggun daripada mentari. Wanita dengan akhlak yang ia miliki, lebih harum daripada kasturi. Wanita dengan kerendahan hati yang ia miliki, lebih tinggi daripada rembulan. Wanita dengan sifat keibuan yang ia miliki, lebih menyegarkan daripada hujan. Oleh kerana itu, peliharalah kecantikan itu dengan iman. Peliharalah keridhoan itu dengan sikap qana’ah, dan peliharalah kesucian diri itu dengan hijab.” Tutur Kak Sakinah.
Penjelasan materi selesai saat adzan ashar berkumandang. Setelah sholat ashar berjamaah, kami lanjutkan liqo’ dengan khobar. Aku sebagai Amiroh mempersilahkan Widya terlebih dahulu untuk mengabarkan keadaannya sepekan ini.
“Begini kak, tiga hari yang lalu Widya mendapatkan proposal dari teman Widya saat di Aliyah dulu melalui Anissa yang juga sahabat Widya semasa Aliyah. Lalu kemarin, lelaki itu juga datang langsung ke rumah menemui ayah dan menyampaikan maksudnya. Nah, ayah dan ibu sendiri menyerahkan semua keputusan dengan Widya.”
“Sudah istikharah?”
“Sudah kak, dan Alhamdulillah Widya merasa yakin untuk menuju pernikahan.”
“Alhamdulillah,”
“Tetapi, setelah pernikahan nanti Widya tidak bisa bersama lingkaran cinta ini lagi kak. Widya akan ikut suami ke Ponorogo. Ia salah satu pengajar di pesantren Gontor kak.”
“Tidak apa-apa, nanti kakak bantu untuk mencarikan Murobbi pengganti di sana. Yang penting tetap mengaji dan jangan lama-lama untuk proses nikahnya.”
“Ia kak, insya allah pertengahan bulan depan. Mohon do’a nya dari kakak dan teman-teman semua.”
***
Karena saya lelaki, jadi menurut saya lelaki yang berpredikat lelaki terbaik adalah seorang suami yang memuliakan istrinya. Suami yang selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Suami yang menjadi qawwam yakni pemimpin dan pelindung istrinya. Suami yang begitu tangguh mencarikan nafkah halal untuk keluarga. Suami yang tak lelah berlemah lembut mengingatkan kesalahan istrinya. Suami yang menjadi seorang nahkoda kapal keluarga, mengarungi samudera agar selamat menuju tepian hakiki Surga. Dia memegang teguh firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At-Tahrim: 6). Itulah hakikat cinta.” Urai Ust. Ilham pada seminar hakikat cinta yang aku dan Alya ikuti.
“Namun cinta di atas segala cinta adalah ketaatan terhadapNya. Hidup saat ini dan setelahnya adalah berkat cintaNya. Segala yang berlandaskan karenaNya adalah sebuah hakikat cinta yang sejati.” Lanjutnya.
“Subhanallah, bagus sekali penjelasan dari Ustadz Ilham ya, Fa.”
“Iya, Al. Cinta di atas segala cinta adalah ketaatan terhadapNya. Al, aku balik duluan ya. Sekarang sudah jam setengah tiga, nggak enak kalau anak-anak harus menunggu lama.”
“Ok. Hati-hati, Fa.”
Aku melajukan sepeda motorku dengan cepat meninggalkan areal ballroom. Karena kurang hati-hati di jalanan yang memang masih basah akibat hujan tadi pagi, aku terjatuh dari sepeda motorku. Sebelum kesadaranku hilang, aku melihat seseorang menolongku.
***
Saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Kepalaku berdenyut dan kakiku terasa sakit. Ada perban yang kuraba di kening dan kakiku. Ya Allah, mengapa aku bisa kurang hati-hati?
“Alhamdulillah kamu sudah siuman. Bagaimana? masih sakit?”
“Iya dokter. Siapa yang membawa saya ke sini, Dok?”
“Tadi anak saya yang menolong kamu, tetapi karena ada urusan lain jadi dia buru-buru pergi.”
“Terimakasih banyak dok, dan tolong sampaikan juga terimakasih saya dengan anak dokter.”
“Nanti saya sampaikan. Saya juga sudah telepon taxi untuk mengantar kamu pulang karena sepeda motor kamu masuk bengkel.”
“Saya memang kurang hati-hati, Dok. Sekali lagi terimakasih banyak dokter. Saya permisi, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alikum salam,”
***
Karena luka di kakiku cukup serius akibat jatuh dari sepeda motor kemarin, aku harus istirahat di rumah selama seminggu. Untungnya kampus sedang liburan semester, jadi aku tidak perlu khawatir ketinggalan pelajaran. Anak-anak didikku juga aku minta datang ke rumah agar mereka tetap bisa belajar. Alya sahabatku, cukup membantuku untuk mengantar jemput anak-anak ke rumahku dan pulang ke rumah mereka. Meskipun mereka sudah terbiasa hidup di jalanan, tetapi keselamatan mereka juga sudah menjadi tanggung jawabku.
“Nak, ayo kita ke rumah sakit. Hari ini kan kita sudah janji dengan Dokter Amar untuk buka perban kamu.”
“O iya, lupa. Keasyikan ngebloging, Ma. Asyifa siap-siap dulu ya,”
“Mama tunggu di mobil ya,”
***
“Alhamdulilah semuanya sudah membaik. Sudah tidak sakit lagi kan?”
“Nggak dok.”
“Tapi walaupun sudah baikan, kalau bisa sebulan ini jangan naik sepeda motor dulu ya.”
“Iya dok. O iya dok, waktu itu sepeda motor saya kan masuk bengkel, terus dua hari kemudian sudah langsung diantar ke rumah. Kok mereka tahu alamat rumah saya ya dok?”
“Anak saya yang menyuruh orang bengkel untuk mengantar langsung ke rumah kamu. Tahunya dari KTP kamu. Maaf kemarin anak saya mengambil KTP kamu untuk melihat identitas. Ini saya balikkan, tadi pagi dia titip karena tahu kamu akan buka perban hari ini.”
“Kalau ada waktu silahkan datang ke rumah dok dengan keluarga. Dokter sudah baik sekali dengan Asyifa.”
“Sudah menjadi kewajiban saya, Bu. Insya allah,”
“Insya allahnya ditagih loh dokter.” Ucapku menegaskan. Dokter Amar hanya tersenyum.
***
“Besok kita ada aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk saudara kita di Palestina. Titik kumpulnya di Masid Agung dan berakhir di bundaran SIB.” Info Kak Sakina saat kami liqo’.
“Ok kak, siap!”
***
Di tengah konvoi penggalangan dana, gerimis turun. Tidak ada yang berhenti meneduh. Semua tetap jalan tertib dalam barisan, begitupun dengan teman-teman yang naik sepeda motor dan mobil pick-up. Jilbab sudah basah. Sayangnya, aku dan teman-teman tidak prepare akan jaket dan payung.
“Pakai ini,” Ucapnya.
Entah siapa ia yang memberiku jaketnya kemudian berlalu dengan sepeda motornya menyusul teman-teman yang lain. Aku mempercepat gerakku agar masih bisa mengetahui siapa ia dan tentu saja untuk mengembalikan jaketnya. Namun kakiku yang baru pulih cidera tak mampu berbuat banyak. Aku kehilangan jejak di keramaian manusia yang terlibat dalam aksi.
            “Lihat ikhwan tadi nggak, Na?” Tanyaku paada Ana saat konvoi sudah selesai.
            “Nggak, Fa. Sudah kamu bawa pulang saja jaketnya. Sekarang kita makan yuk! Aku lapar.”
            ***
            “Assalamu’alaikum adik-adik,”
            “Kak Syifa, Wa’alaikum salam..”
            “Maaf ya, minggu lalu kakak nggak bisa ngajar karena ada kegiatan lain.”
            “Tenang kak, asisten kakak telah hadir untuk menggantikan.” Lapor Rasyid sambil menunjuk dirinya sendiri.
            “Terimakasih, Rasyid. Ini kakak lihat buku bacaannya banyak yang baru ya? dari siapa?”
            “Dari Mas Imam. Orangnya baik kak. Selain ngasih buku baru, juga suka bawa makanan untuk kami.”
            “Mas Imam siapa? Kok Kak Syifa baru dengar namanya?”
            “Jadi waktu kakak nggak masuk karena jatuh dari motor, Mas Imam dan beberapa temannya datang ke sini untuk riset. Terus tanya ini itu soal keadaan di sini kak.”
            “Besok-besoknya Mas Imam bawa buku-buku baru dan ngajarin kami mengaji.”
“Nanti Mas Imam juga mau datang kemari kak, mau ngajak makan di luar.”
“Itu mobil Mas Imam datang,” Teriak anak-anak dengan senang.
“Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikum salam,”
“Mas Imam, ini Kak Asyifa.”
“Imam. Maaf ya saya pikir kamu masih sakit, jadi saya mau bawa anak-anak makan di luar.”
“Iya nggak apa-apa. Silahkan kalau mau pergi sama anak-anak. Anak-anak sepertinya juga sudah tidak sabar untuk pergi.”
“Kak Syifa ikut ya! Boleh kan Mas Imam?”
“Tentu saja boleh.”
Sebagian anak-anak naik mobilku dan sebagian lagi naik mobil Imam. Ia mengajak anak-anak ke Mall dan makan di restoran steak. Anak-anak bebas mau pesan makanan apa pun, asal tidak berlebih-lebihan. Selesai makan, anak-anak minta main Tamzone dan ke toko buku.
“Terimakasih ya, kamu sudah baik sekali dengan anak-anak. Mereka kelihatan senang sekali.”
“Memang sudah menjadi hak mereka. Kamu tidak perlu berterimakasih pada saya.” Lelaki ini, seperti tidak asing bagiku.
***
“Syifa, kamu sudah siap untuk menikah?” Kak Sakina bertanya padaku setelah kami selesai liqo’.
“Kenapa kakak menanyakan hal itu?”
“Mutarabbi suami kakak sedang mencari istri. Ia menitipkan proposalnya pada suami kakak. Setelah suami kakak pertimbangkan, ia meminta kakak untuk ikut membantu mencarikan dari salah satu mutarabbi kakak. Kakak sudah membaca proposalnya, dan menurut kakak kamu yang cocok dengannya.”
Aku bingung harus menjawab apa. Selama ini, aku memang tidak pernah bercerita tentang ikhwan manapun dengan Murabbiku. Termasuk tentang ikhwan yang menolongku saat jatuh dari motor. Entah mengapa, aku ingin mengenalnya. Namun, tidak ada yang kuketahui tentang dirinya. Aku juga malu kalau harus bertanya langsung dengan Dokter Amar.
“Kalau menurut kakak ia baik untuk Syifa dalam urusan dunia maupun akhirat, insya allah Syifa bersedia tanpa harus membaca proposalnya.”
“Alhamdulillah, kalau begitu jum’at depan sebelum kita mulai liqo’, kamu bisa berta’aruf dengannya.”
“Baik kak,” Insya Allah ini akan menjadi keputusan yang terbaik. Tidak ada alasan bagiku untuk menolak bernazhar dengan seseorang yang diajukan Murobbiku. Hari itu juga, sesampainya di rumah, aku memberitahu mama dan abi tentang nazhar dan proses ta’aruf yang ditawarkan Kak Sakina.
“Abi dan mama kamu setuju-setuju saja, asalkan ia baik secara agama.”
“Yang penting kamu bahagia, Nak.” Ungkap mama sambil memelukku.
“Maaf bu, tamunya sudah datang,”
“Suruh masuk saja mbok,”
“Siapa yang datang ma?”
“Dokter Amar dan keluarganya. Tadi siang Dokter Amar telepon mama, dia bilang mau memenuhi janji untuk silaturahmi waktu itu. Jadi mama dan abi mengundang Dokter Amar dan keluarganya untuk makan malam di sini.”
“Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikum salam, masuk dokter.”
“Maaf baru bisa berkunjung sekarang. O iya ini istri saya Lia dan kedua anak saya Imam dan Aira.”
Tidak tahu sekenario apa yang sedang berjalan saat ini, yang jelas aku merasa terkejut. Saat ini orang yang membuatku ingin mengenalnya hadir di hadapanku di saat aku sudah menyepakati untuk bernazhar dan melakukan proses ta’aruf dengan ikhwan pilihan Murobbiku. Tidak hanya itu, lelaki itu ternyata Imam. Imam yang disenangi anak-anak jalanan didikanku. Aku mencoba menahan beberapa pertanyaan di kepalaku. Aku tidak ingin mengganggu keakraban abi dengan Dokter Amar dan Imam, begitu pula mama dan Tante Lia. Aku hanya mengobrol dengan Aira.
“Apa kegiatan sekarang, Mam?”
“Hanya pengusaha kecil-kecilan, Om.”
“Dia ini orangnya merendah sekali. Setelah lulus S2 bisnis di Jerman, dia buka restoran steak di sini join sama teman-temannya. Alhamdulillah mereka sudah memiliki delapan cabang. Ada di Medan, Jakarta, Jogja, Bali, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Lombok.”
“Wah, bagus itu anak muda berjiwa enterprenuer.”
“Mohon do’anya, Om.”
***
Besoknya aku bertemu dengan Imam saat mengajar anak-anak mengaji. Sikapnya tetap tenang seperti tadi malam.
“Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu yang sudah menolong saya waktu itu?”
“Apa perlu saya mengatakan hal tersebut? Apa pantas kita menguraikan pertolongan terhadap seseorang?”
“Jaket ini, apa ini juga punya kamu? Saya baru sadar, bahwa di saku jaket ada kartu nama seseorang yang bernama Imam Abdullah.”
“Maaf waktu itu kurang sopan memberikannya karena juga harus buru-buru menghindari hujan dan menyusul teman-teman yang lain.”
“Pantas waktu pertama kali bertemu di sini, kamu seperti tidak asing bagi saya.”
“Kehidupan ini memang penuh dengan kejutan-kejutan. Baik kejutan yang menyenangkan, maupun kejutan yang mengecewakan. Maka dari itu rukun iman yang terakhir kita diwajibkan mengimani qadha dan qadhar.”
***
“Insya Allah ia calon yang baik,” Hibur Kak Sakina mengetahui kegelisahanku.
Ya, hari ini seperti yang telah dijadwalkan, aku akan bertemu dengan ikhwan yang diajukan Murobbiku. Abi dan mama juga menemaniku di sini.
“Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikum salam,”
“Dokter Amar?”
“Asyifa?”
Kami sama-sama terkejut. Di belakang Dokter Amar ada Tante Lia dan Imam.
“Ya Allah, kalau ini calonnya tidak usah mikir dua kali.” Ungkap mama. Abi dan Dokter Amar tertawa. Tante Lia, Kak Sakina, Ustadz Affan tersenyum memandangku.
“Selalu ada kejutan dalam hidup,”
“Baik yang menyenangkan, maupun yang mengecewakan.” Aku menyambung kalimatnya. Ia tersenyum, aku tertunduk malu.
Allah memiliki rencana yang indah untuk setiap laki-laki dan wanita yang bedo’a dan percaya padaNya.


                                                                                                                 Juni, 2014

Belajar Tentang Kamu


Assalamu'alaikum,


Hari-hari terus bergulir, berjalan menurut titah TuhanNya.
dan dalam hari-hari itu pula secara bersamaan terus mempertanyakan kesetiaanku padamu,
pada keyakinan yang kupercayakan bahwa kaulah yang memang akan hadir membawa kisah kita menuju keridhoanNya.

Ini sedikit aneh, tak salah juga bila dikatakan sedikit gila. Aku mempercayakanmu untuk menjemputku dalam ikatan suci. Sementara, aku sendiri tak tahu banyak tentangmu. Bahkan tak tahu dimana keberadaanmu sekarang. Aku hanya mengenalmu lewat jejak-jejak tulisan yang kau torehkan. Aku membaca pribadimu dari apa yang kau tulis di dalam medsos pribadimu. Oh, tidak-tidak! ini bukan tentang kisah dunia maya. Aku mengetahui sosokmu dengan jelas. Ya, paling tidak kita pernah bertemu tiga kali meski tanpa ada sepatah kata dan sapa yang terlontar. Dan dalam waktu yang sedikit itu, aku belajar tentangmu.
Tentangmu yang aktif di beberapa organisasi islam bahkan pernah diamanahkan sebagai sosok nomor satu. Tentangmu yang ternyata juga suka menulis dan mengutip kepingan-kepingan hikmah dalam hidup.
Tentangmu yang tak mengumbar pesona, meski karena itu kau malah jadi mempesona.
Tentang kebiasaanmu duduk di majelis ilmu, tentang kesederhanaanmu, tentang cara pikirmu, tentang bagaimana kau memahami sesuatu, tentang kepedulian dan cintamu pada dien rahmatan lil 'alamin.
Sementara bagaimana aku dimatamu, aku sendiri tidak tahu. Atau bahkan, tak ada kata aku di memorimu?
Semua itu tidak menjadi masalah bagiku. Karena itu memang hal yang baik untuk kau jalani. Biar cinta itu murni, perawan, dan semata karenaNya.

Sepertinya aku terlihat terobsesi padamu. Tapi tidak demikian. Karena meskipun pengharapan itu ada bersamamu, namun ketetapanNya lebih harus dicintai.
Aku hanya terlanjur mengetahuimu. Terlanjur melihat kepadamu, karena bagaimanapun, tentu aku mengharapkan lelaki yang tak hanya sekedar baik, namun Lelaki yang mencintaiku karena tuhanNya. Lelaki yang mencintai Allah dan Rosulnya tidak hanya sekedar dengan kata, tapi juga melaksanakannya dengan cinta. Dan aku yakin, masih ada seseorang dengan cinta yang demikian. Seperti yang Allah firmankan, “Wanita baik-baik untuk laki-laki baik-baik.” Karena keyakinan akan firmanNya itu aku selalu berusaha menjadi wanita yang baik di hadapan Allah. Agar kelak, aku mempunyai keluarga yang penuh cinta terhadapNya.

Aku tidak tahu apakah cinta seperti ibunda Fatimah dan khalifah Ali yang kudambakan ini, Allah ridhoi juga menjadi kisahku. Jujur, lamaran-lamaran yang telah datang tak bisa kusambut dengan ahlan wa sahlan. Lamaran itu tertolak karena keyakinan cinta itu menuju padamu.

Saat kefuturan datang, saat keimanan yang tak statis itu berada di bawah, saat totalitas di jalan kebaikan itu memudar, keresahan itu pun datang. Aku resah bila tak pantas membersamaimu. Bersebab jodoh berbanding lurus kan? Karena keyakinanku meski tak terjangkau pandanganku, kau terus dijalan kebaikan. Seperti janjimu untuk tetap menggali ilmu dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi kebanyakan orang.

Belajar tentangmu, mengetahui tentangmu, seperti suatu kebaikan sendiri buatku. Karena itu adalah sebaik-baik perkara. Adalah suatu kebaikan bila cinta kita menggiatkan cinta kita pula padaNya. Bila esok saat waktu tak menjawab harap, aku hanya bisa mendo'akan kebaikan untukmu. Kebahagiaan dan kepantasaanmu mendapatkan yang terbaik dariNya. Namun bila Allah memiliki keridhoan akan kita, itu semua bukan karena aku, tapi karena kebersediaanmu menerimaku apa adanya. Kurayu Tuhan bukan semata karena cintaku padamu, namun karena keinginanku bertemu denganNya di jannah melaluimu.


Ada ia yang meskipun kini bayangnya menghilang, namun kuyakin Allah akan menuntunmu untuk pulang ke rumah yang telah kusucikan..

                                                                                                              *Sepertiga malam yang merindu