Kamis, 19 Januari 2012

Madza ya’ni Intima’i lil Islam (1)

Saya Harus Mengislamkan Aqidah Saya
Syarat pertama dalam berkomitmen dan menisbahkan diri kepada Islam adalah : Aqidah seorang muslim harus lurus, jelas, dan benar, sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Seorang muslim tanpa aqidah yang benar tentunya tidak akan mampu membina dan merasakan komitmen terhadap Islam, karena aqidah yang tidak bersih akan tercemari oleh hal-hal yang melemahkan iman, iman yang lemah akan mempengaruhi segala aktivitas seorang muslim dalam hidupnya.
Oleh karena itu, agar saya dapat mengislamkan aqidah saya, maka wajib bagi saya untuk :
  1. Mengimani bahwa pencipta alam semesta ini adalah Ilah yang Maha Bijaksana, Maha kuasa, Maha mengetahui, dan Maha Berdiri Sendiri. (Q.S. Al-Anbiya’ : 22)
  2. Mengimani bahwa Al-Kholiq menciptakan alam semesta ini tidaklah sia-sia, karena Allah adalah Dzat yang Maha sempurna. (Q.S. Al-Mu’minun : 115-116)
  3. Mengimani bahwa Allah swt telah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk memperkenalkan Dzat-Nya kepada manusia, tujuan penciptaan, asal dan tempat kembali manusia. (Q.S. An-Nahl : 36)
  4. Mengimani bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengenal dan mengabdi pada Allah swt. (Q.S. Adz-Dzariyat : 56-58)
  5. Mengimani bahwa balasan bagi mu’min yang taat adalah jannah dan orang kafir adalah neraka. (Q.S. Asy-Syura : 7)
  6. Mengimani bahwa manusia melakukan kebaikan maupun keburukan atas pilihan dan kehendaknya sendiri. Tapi untuk kebaikan juga dipengaruhi oleh Taufiq dari Allah dan keburukan tidak ada paksaan dari Allah. (Q.S. Asy-Syams : 7-10, Al-Mudatsir : 38)
  7. Mengimani bahwa pembuat hukum hanyalah hak Allah yang tidak boleh dilangkahi, dan seorang muslim boleh berijtihad yang disyari’atkan oleh Allah. (Q.S. Asy-Syura : 10)
  8. Mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah.
    Dari Abu Hurairah ra : telah bersabda Rasulullah saw : “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, tidak seorangpun menghafalnya melainkan ia pasti masuk surga. Dan Dia (Allah) itu witir dan mencintai yang witir.”(Bukhari dan Muslim)
  9. Merenungkan ciptaan Allah dan bukan Dzatnya.
    “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kalian berfikir tentang DzatNya, karena kalian tidak akan mampu menjangkauNya.”(Abu Nu’am dalam Al-Hilyah, dan Al-Asbahany dalam At-Targhib wa Tarhib)
  10. Meyakini bahwa pendapat salaf lebih utama diikuti untuk menutup peluang ta’wil dan ta’thil (tidak memberlakukan makna dari sebuah lafadz) serta menyerahkan makna hakiki dari nama dan sifat Allah itu hanya kepada-Nya. Ta’wil itu tidak boleh mengundang perdebatab yang berkepanjangan
  11. Mengabdi kepada Allah dengan tidak menyekutukanNya. (Q.S. An-Nahl : 36)
  12. Merasa takut olehNya dan tidak merasa takut oleh selainNya. (Q.S. An-Nur : 52)
  13. Berdzikir kepadaNya secara kontiniu. Dzikir pada Allah merupakan obat spiritual yang ampuh dalam menghadapi tantangan zaman dan segala bencana yang menimpa kehidupan. (Q.S. Ar-Ra’d : 28, Az-Zukhruf : 36-37)
  14. Mencintai Allah sampai hati saya dikuasai olehNya dan terkait erat denganNya sehinggan mendorong saya untuk lebih baik dan rela berkorban di jalanNya. (Q.S. At-Taubah : 24)
  15. Bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan saya. (Q.S. At-Thalaq : 3)
  16. Bersyukur kepada Allah atas nikmatNya yang tak terhitung. (Q.S. An-Nahl : 78, Yasin : 33-35, Ibrahim : 7)
  17. Beristighfar kepadaNya secara kontiniu (dawam), karena dapat memperbaharui taubat, iman, dan menghapus dosa. (Q.S. An-Nisa’ :110, Ali-Imran : 135)
  18. Menyadari bahwa diri saya selalu diawasi olehNya kapan saja dan di mana saja berada. (Q.S. Al-Mujadilah : 7)
Dari 18 hal yang wajib kita lakukan, yang paling utama adalah bagaimana semua hal tersebut mampu memperkuat komitmen kita terhadap Allah, Islam, dan hal-hal yang berkaitan dengannya sehingga akan membentuk karakter muslim yang berkomitmen tinggi sehingga apa saja yang menyangkut kebenaran dan kebaikan dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya di dunia dan akhirat. Dan menjauhi segala perbuatan yang dapat menjerumuskan kita kepada hal-hal yang dapat membatalkan syahadatain kita seperti syirik, mendatangi dukun, atau percaya pada hal-hal tidak syar’i
Tujuan utama kita adalah Allah, maka mari kita luruskan niat dan perbaiki amal dan aktivitas kita hanya untuk Allah.

Saya Harus Mengislamkan Ibadah Saya

Di dalam islam ibadah merupakan puncak ketundukan dan pengakuan atas keagungan Allah. Ibadah merupakan tangga penghubung antara Al-Khaliq dengan makhlukNya. Ibadah yang kita lakukan haruslah dihadirkan hanya untuk Allah karena kita adalah hamba yang harus selalu menghambakan diri kepada Allah. Agar saya dapat mengislamkan ibadah saya maka saya harus :
  1. Menjadikan ibadah saya hidup dan bersambung dengan Allah
  2. Menjadikan ibadah saya khusyu’
  3. Beribadah dengan hati yang penuh kesadaran dan menjauhkan pikiran tentang kesibukan dunia dan problematika yang ada di sekitarnya
  4. Tidak pernah merasa puas dan kenyang dalam beribadah
  5. Memelihara qiyamullail dan melatih diri agar terbiasa melakukannya (Q.S. Al-Muzzammil : 6, Adz-Dzariyat 17-18, As-Sajadah : 16)
  6. Mempunyai waktu khusus untuk mengkaji dan merenungkan Al-Qur’an terutama di waktu subuh (Al-Isra’ : 78, Al-Hasyr : 21)
  7. Menjadikan do’a sebagai mi’roj kepada Allah dalam setiap urusan
Saya Harus Mengislamkan Akhlak Saya
Akhlak mulia adalah tujuan asasi dari risalah islamiyyah. Akhlak mulia harus dibuktikan dengan perbuatan dan merupakan buah dari iman. Akhlak yang mulia terlahir dari ibadah. Di antara sifat-sifat penting yang harus dimiliki seseorang agar dapat mengislamkan akhlaknya adalah :
  1. Bersikap wara’ dari segala hal yang syubhat
  2. Menundukkan pandangan (Q.S. An-Nur : 30)
  3. Menjaga lidah
  4. Rasa malu
  5. Lemah lembut dan sabar (Q.S Asy-Syura : 43, Al-Hijr : 85, As-Shad : 10, An-Nur 22, Al-Furqon : 63)
  6. Jujur
  7. Tawadhu’
  8. Menjauhi prasangka, ghibah, dan mencari-cari aib orang islam
  9. Murah hati dan dermawan
  10. Qudwah hasanah
Saya Harus Mengislamkan Rumah Tangga Dan Keluarga Saya
Tidak cukup menjadi muslim sendirian, tanpa perdulu terhadap orang sekitar. Karena di antara ajaran islam, yang ingin ditanamkan pada jiwa manusia adalah sikap perduli, berda’wah, menasihati dan ghiroh terhadap orang lain. Untuk membentuk rumah tangga yang islami mamak hal yang perlu dilakukan antara lain :
  1. Pernikahan yang saya lakukan harus karena Allah (Q.S. Ali-Imran : 34)
  2. Hendaknya tujuan pernikahan adalah untuk menjaga pandangan , memelihara kemaluan, dan bertakwa kepada Allah
  3. Saya harus pandai-pandai memilih pasangan
  4. Saya harus memilih pasangan yang memiliki akhlak dan din yang baik
  5. Saya tidak boleh menyalahi perintah Allah dalam masalah ini dan saya harus takut pada murka Allah
Setelah menikah, yang harus saya lakukan adalah :
  1. Saya harus bersikap baik dan hormat kepadanya dalam pergaulan agar tercipta suasana saling percaya
  2. Jangan hendaknya hubungan saya dengannya hanya sebatas hubungan biologis, tapi juga hubungan fikroh, mentalitas serta emosi (Thaha : 132, Maryam : 55)
Tanggung jawab mendidik anak juga harus kita islamkan agar anak memiliki mentalitas dan fikriyah yang kuat sehingga akan membentuk suatu keluarga yang islami.

Saya Harus Mengalahkan Hawa Nafsu

Manusia senantiasa bertarung dengan hawa nafsunya, sampai ia mengalahkannya atau hawa nafsu yang mengalahkannya, atau terus berlangsung sampai maut menjemput.
Tonggak-tonggak kemenangan dalam melawan hawa nafsu :
1. Hati, selama ia hidup, sadar, bersih, tegar, dan bersinar (Q.S. Al-Anfal : 2, Al-Haj : 47, Muhammad : 24)
2. Akal, selama ia dapat memandang, memahami, membedakan, dan menyerap ilmu yang dengannya dapat mendekatkan diri dengan Allah (Q.S. Fathir : 28).
Manakala hati manusia mati atau membatu, manakala akalnya padam, semakin banyaklah pintu syetan masuk ke dalam dirinya. (Q.S. Al-Mujadilah : 19), yaitu penyakit was-was yang dapat menghalang-halangi kita di jalan Allah.
Hal-hal yang dapat membentengi diri dari syetan :
  1. Menjauhi kekenyangan dan makan yang kelewat batas
  2. Membaca Al-Qur’an, dzikrullah, dan istighfar
  3. Membuang jauh sifat terburu nafsu dan bersikap tenang terhadap keadaan apapun
Saya Harus Yakin Bahwa Hari Esok Milik Islam
Saya harus yakin bahwa hari esok adalah milik islam dan islam harus menjadi satu-satunya manhaj yang dapat memimpin dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Kita juga harus yakin bahwa produk manusia memiliki kekurangan, dan hanya islam yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan sehingga islam harus menjadi agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam merupakan manhaj yang tunggal, integral, mondial, fleksibel, dan robbaniyah sehingga islam akan mampu mengatur kehidupan umat manusia. Keyakinan saya didorong oleh beberapa hal :
  1. Rabbaniyah Manhaj Islam
    Manhaj Islam yang bercorak ketuhanan adalah suatu sibghah (konsep agama) yang menjadikannya terdepan dibandingkan dengan seluruh sistem positif produk manusia dan memiliki spesifikasi unik untuk tetap bertahan dan memberikan manfaat di setiap zaman, tempat, dan di kawasan mana pun.
  2. Universalitas manhaj Islam
    Merupakan perwujudan warna humanisme, konkretisasi dari warna keterbukaan dan kemampuan untuk memikul tanggungjawab keterbukaan ini. Warna ini menjadikannya meninggalkan sentimen sempit terhadap ras, nasionalisme, gender, atau keturunan.
  3. Elastisitas Manhaj Islam
    Yaitu warna yang memberinya kemampuan untuk menampung segala problema kehidupan yang berubah-ubah, bervariasi, dan bermacam-macam. Warna yang melapangkan tempat untuk berijtihad dalam menyimpulkan hukum-hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang tidak ada nashnya, melalui metode qiyas atau mempertimbangkan mashlahah mursalah, istihsan, dan argumen lain yang diakui syara’
  4. Kelengkapan manhaj Islam
    Yaitu warna yang membedakannya dari sistem “bumi” serta tatanan-tatanan buatan lainnya yang memiliki tujuan terbatas. Manhaj Islam adalah sistem yang diberikan oleh Al-’Alim dan Al=Khabir, yaitu Allah Yang Mahatahu segala urusan manusia, apa saja yang dibutuhkan manusia, apa saja yang merupakan maslahat manusia, dan sebagainya.
  5. Keterbatasan Sistem-sistem “wadh’iyah” (buatan manusia)
    Sistem buatan manusia memiliki banyak keterbatasan dalam tataran aplikatifnya.

    Oleh: Fathi Yakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar