Sabtu, 21 Januari 2012

Pemuda Dalam Peradaban




Dalam berbagai sejarah peradaban umat manusia, sudah terlalu sering kita menyaksikan bahwa pemuda adalah lokomotif penggerak perubahan zaman. Dalam sejarah Islam kita mengenal kisah pemuda Ashabul Kahfi, Ali bin Abi Thalib, Ilyas bin Auliyah pelopor reformasi hukum bani Umayyah, serta sederet nama-nama agung lainnya. Demikian pula dalam sejarah bangsa Indonesia, golongan pemuda jugalah yang mendorong Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia ketika status kekuasaan di Indonesia tengah mengalami kekosongan akibat menyerahnya Jepang pada sekutu. Pemuda, seolah demikian hebatnya kata itu. Siapakah pemuda atau seperti apakah masa muda ?

Pertama, muda itu hijau. Dan hijau adalah warna surga. Hijau berarti masih bisa berakar, bertumbuh, dan berkembang untuk Allah ta’ala.

Kedua, muda itu tidak berpengalaman. Tapi, sisi positifnya adalah justru dengan tidak berpengalaman itulah mereka menjadi kreatif dan inovatif dalam menghadapi setiap tantangan. Tidak seperti orang tua yang telah banyak makan asam garam, yang ketika menghadapi satu permasalahan mereka cenderung mengatakan agar belajar dari pengalaman. Hal itu seringkali mengukung orang dalam cara-cara lama tanpa berfikir untuk membuat pembaharuan. Seperti kata Enstein, pengalaman adalah menghadapi masalah baru dengan cara lama.

Ketiga, muda itu identik dengan kita bisa karena bersama-sama. Sama-sama prihatin, bahu-membahu, dan menyatu meski dalam keterbatasan.

Keempat, Muda itu kejelasan sikap. Ya atau tidak, hitam atau putih.

Kelima, Muda itu gejolak. Ada idealisme-idealisme yang hidup dalam benak mereka. Misalnya, para foundings father kita yang berjumpa ketika menuntut ilmu di negeri Belanda. Mereka berjumpa dengan gagasan-gagasan. Sebuah gagasan untuk mewujudkan Indonesia.

Keenam, Muda itu adalah pesona dan ketangguhan fisik. Hal itu berguna untuk membantu ide-ide yang digulirkan agar lebih segar. Rasulullah selalu memilih utusan-utusan penyampai risalah ke negara lain dari kalangan pemuda yang memiliki penampilan menawan. Misalnya, duta untuk Romawi, Persia, Yaman, dan berbagai negeri lainnya.

Ketujuh, Muda itu identik dengan ketergesaan.

Kedelapan, Muda itu masa ketika banyak sekali gelimang yang memperosokkan. Oleh karena itu, kita harus menjaga diri dari syahwat, hasrat, dll. Pemuda yang baik bukan yang tidak memiliki hasrat, nafsu, dan sebagainya, tapi pemuda yang baik adalah yang mampu menjaganya. Seperti kisah Yusuf a.s. yang mendapatkan godaan untuk berbuat zina hingga bajunya robek di bagian belakang.

Terakhir, Muda itu identik dengan sedikitnya beban sejarah. Dalam hal ini, ada kaitannya dengan modal dakwah Nabi Muhammad. Allah sering menggunakan Nabi Musa digunakan untuk melecut Rasul-Nya, bagaimana besarnya beban sejarah Nabi Musa ketika ia berseberangan dengan Fir’aun sementara Fir’aun adalah orang yang telah membesarkannya.

Nabi Muhammad jauh lebih besar modalnya daripada Nabi Musa, setidaknya dalam 4 perkara. 
  1. Sempurna fisiknya. Musa lidahnya kelu, sementara Muhammad pandai berbicara, paling fasih bacaannya, dan bisa menirukan logat dari berbagai suku di Arab. 
  2. Muhammad memiliki track record yang begitu lurus, hingga ia dijuluki Al Amin.  Sementara itu, Musa yang meninggalkan Mesir setelah membunuh orang dan datang lagi ke Mesir sebagai seorang mantan pembunuh. Orang tua cenderung terbebani dengan sejarahnya.
  3. Muhammad tidak punya hutang budi kepada musuh dakwahnya. Ia tidak seperti Musa, yang harus memusuhi ayah angkatnya sendiri, Fir’aun. 
  4. Muhammad punya orang-orang yang rela mati untuk beliau.

Pemuda adalah pemegang estafet masa depan. Oleh karena itu, pemuda juga harus mempersiapkan dirinya untuk mengemban amanah kepemimpinan tersebut. Memunculkan seorang sosok pemimpin dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara evolusioner dan revolusioner. Maka, apa yang perlu dipersiapkan oleh seorang pemuda?
  • Integritas. Pemuda harus memiliki kejujuran dan integritas. Amanah ini ditanamkan sejak dalam diri karena akan menjadi cermin masa depan. Memiliki keteguhan sikap dalam pilihan perjuangan yang kita lakukan. 
  • Akhlak yang mulia dan kemampuan kita mengkomunikasikan gagasan baik kepada lawan maupun kawan. Termasuk ketika kita memberikan nasehat untuk orang lain. Dalam banyak situasi, tak jarang pula kemampuan kita untukmengkomunikasikan gagasan menjadi point penting keberhasilan dari suatu tujuan. Sebuah kisah misalnya -mungkin ini hanya anekdot atau apalah namanya-, suatu hari ketika Hidayat Nur Wahid pergi ke USA sempat ditahan di bagian imigrasi karena berjenggot. Maka ia pun ditanya oleh petugas imigrasi mengapa ia berjenggot. Apa jawabnya ? Ia tidak menjawab dengan dalil-dalil atau hadits tertentu, tapi mengatakan bahwa ia ngefans dengan Abraham Lincoln dan Kolonel Sanders, dan kedua-duanya berjenggot. Maka ia pun dapat melewati bagian imigrasi dengan lancar. 
  • Daya dukung fisik, mental dan finansial. Apa daya dukung pertama Rasul? Adalah seorang wanita bernama Khadijah. 
  • Penguatan keahlian pada bidang tertentu. Pemuda harus memiliki satu bidang keahlian tertentu yang ditekuni. Pada zaman Rasulullah, ada Amru bin al Ash dalam bidang diplomasi. Khalid bin Walid dalam pertempuran. Ibnu Abbas. Ibnu Jauzi, jika umurnya dibagi dengan tulisannya, maka setiap hari ia menulis 40 halaman. Imam as Suyuti. Imam Nawawi, dll. Namun, itu juga tidak berarti kita hanya mempelajari ini satu hal atau satu ilmu saja. Dikotomi ilmu, sebagaimana yang telah terlihat dalam sejarah, adalah penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah. Padahal sungguh, semua ilmu adalah ilmu Allah.
Ada kontribusi lain yang bisa diberikan kepada Islam dan umat ini, yaitu tenaga dan amal nyata yang dilakukan oleh para pemuda. Seorang mukmin dalam perspektif Al Qur’an digambarkan sebagai manusia yang dinamis, progresif dan produktif. Dia senantiasa memiliki daya juang dan daya dobrak dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran yang telah diyakininya. Begitu juga memiliki prinsip istiqomah dalam amanah yang telah dipikulnya. Bekerja adalah budayanya, berkorban adalah nalurinya dan fitrahnya adalah keberanian.

Oleh karenanya, seorang pemuda tidak boleh berpangku tangan tanpa ada partisipasi dalam mewujudkan agenda perubahan umat. Tuntutan bagi para pemuda untuk bergerak dikarenakan bahwa pemuda adalah sosok yang memiliki jiwa intelektualitas. Sebagai entitas masyarakat, pemuda juga berusaha kritis terhadap kondisi masyarakatnya dan berusaha mengungkapkan realitas dan fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, dan menyampaikan langsung kepada para penguasa dan mampu mengambil kebijakan. Pada akhirnya pemuda menjadi tumpuan bagi rakyat untuk terus menyuarakan perubahan.

Begitupun dengan sebuah perubahan sangat dipengaruhi oleh pemimpin. Terlebih lagi dalam struktur dan budaya sosial yang paternalistik. Untuk dapat mewujudkan visi suatu masyarakat dalam bernegara , bangsa ini harus memiliki pemimpin yang amanah, mau bekerja keras, dan mampu mengarahkan serta menggerakkan massanya untuk bersama berjuang mencapai cita-cita perjuangannya. Hal inilah yang menjadi harapan bagi seluruh masyarakat dan para pemuda.

Muara akhir dari seorang pemuda adalah menjadi pemimpin. Pemimpin dalam satu negara, ibarat kepala bagi tubuh. Inilah yang menentukan seluruh tujuan dan disini pulalah tempat berkumpulnya segala macam informasi. Pemimpin bertugas memikirkan, dan mengkaji setiap masalah yang dihadapi oleh apa yang telah ia pimpin. Pemimpin juga merupakan lambang kekuatan, persatuan, keutuhan dan disiplin shaff. 

Sebagai salah satu acuan pada zaman tabi’ut tabi’in. Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu contoh sosok pemuda yang berhasil dalam memimpin di masanya. Sosok Umar bin Abdul Aziz menghadirkan pribadi yang sungguh luarbiasa. Hal itu dapat terlihat dari kesucian jiwanya dan keagungan jejak hidupnya. Walaupun Umar bin Abdul Aziz tidak hidup pada masa diturunkannya wahyu namun ia mencoba mamindahkan masa wahyu itu kepada masanya, yaitu masa-masa yang penuh dengan kegelapan, penindasan dan diwarnai oleh fanatisme yang membabi buta.

Pada masa itu, Umar bin Abdul Aziz mampu merubah tradisi Daulat Bani Umayyah yang rendah yang telah berlalu selama 60 tahun, menjadi masa pemerintahan yang indah, baik, adil, dan sejahtera yang mirip dengan masa Rasulullah Saw. Dalam hal tersebut yang ia habiskan hanya memakan waktu dua tahun lima bulan dan beberapa hari saja. Keistimewaan dirinya inilah membuat Umar bin Abdul Aziz dan sejarah perjuangannya lebih mirip legenda daripada fakta.

Umar bin Abdul Aziz menerima kekuasaan sebagai khalifah dikala ia masih muda. Saat itu usianya belum mencapai 35 tahun. Suasana yang ditemui Umar bin Abdul Aziz diawal kekhalifahannya telah memaksanya untuk menumpahkan perhatian yang lebih besar terhadap hak-hak manusia. Setiap manusia, setiap kita, dan setiap umat memiliki kecenderungan untuk meraih sebuah kemenangan. Dan kemenangan itulah merupakan suatu agenda besar yang dimiliki oleh umat.

 
ceritatanpakata.wordpress.com dan peranpemudaislam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar