Senin, 12 Desember 2011

Qalb Aisyah 4 (Tangisku Oleh Katamu)


Allah hari ini aku mengadu padaMu. Aku mengadu dalam tangisku oleh kata-katanya. Kata-kata yang begitu menyentuh dan meresap dalam batas kemampuanku untuk memaknainya. Apakah ia memang begitu? Apakah semua ini sama? Atau ini suatu ayat yang salah kutafsirkan?
Allah, tumbuhkan keyakinan padanya, bahwa aku juga menanti yang sama. Aku juga tak punya apa-apa. Aku juga seorang yang hina. Aku bukanlah Zulaikha yang mengharapkannya setampan Yusuf, walau aku mengharapkan seperti ibunda Aisyah, tapi aku tidaklah secerdas Aisyah yang mendampingi Nabi Muhmmad, aku juga tidaklah sekaya Balqis yang sederajat dampingi Sulaiman. Aku hanyalah wanita akhir zaman berharap menjadi wanita sholehah mendampinginya dalam menggapai keridhoanMu. Benar, aku pun tak punya apa-apa. Aku masih terus belajar menata diri hingga pantas mendampinginya dan layak Engkau anugrahkan hambaMu yang taat.
Sesungguhnya setiap wanita yang baik pasti merindukan pernikahan, dimana dalam pernikahanlah dia bisa terjaga dari fitnah cinta, dia bisa terhormat dan sempurna sebagai wanita, yakni menjadi istri dan ibu bagi suami dan anak-anaknya. Seorang suami baginya adalah kehormatan, apapun status sosialnya. Aku memang mendamba pernikahan, tapi aku belum siap dalam waktu sekarang. Masih ada yang harus kutunaikan. Insya Allah hingga waktunya tiba nanti, kita mulai semuanya bersama-sama. Jadi, bukan kau sendiri…
Tetaplah jaga kemuliaanmu, tundukkan rasa dan gerak yang bisa merendahkan nilai dirimu, pertahankan agar senantiasa ‘malu’ menjadi penghiasmu dan penghiasku. Bukankah engkau menginginkan yang terbaik? Meski kadangkala yang terbaik tidak selalu seperti yang kita inginkan. Tapi yakinlah akan janjiNya, bahwa wanita baik-baik hanya untuk laki-laki baik-baik, begitupun sebaliknya. Bersabar dan tetap bersahaja dalam penantian. Meski ikhtiar tak boleh diabaikan. Jalani sesuai ketentuan sang Pemilik kehidupan.
Bila telah sampai waktunya, detik demi detik masa ta’aruf itu akan begitu mendebarkan. Saat-saat menuju pernikahan agung itu akan begitu mengharukan. Kau tahu mengapa?? karena itulah waktu yang tepat untuk pertama kalinya cinta mekar dari kuncupnya. Akan menjadi sebuah keharuan, karena luapan cinta yang merekah telah tertuju pada satu orang yang tepat, pada dia yang halal. Akan menjadi suatu kemuliaan, karena semua keindahan itu bernilai ibadah dan menuai pahala. Subhanallah, Dirimu adalah yang terpilih bagi dia yang telah dipilihkan olehNya. Begitulah seharusnya merekahkan cintaku, cintamu, Cinta yang terpilih.
Jika memang tak ada takdirNya untuk ini semua, masing-masing dari kita harus tetap berhuznuzhon. Sejatinya, hanya Ia lah yang tahu yang terbaik untuk kita. Tapi tolong, jangan sekali-kali kau rendahkan dirimu di hadapanku! Aku tak sanggup, karena andai kau halal untukku, akan kukatakan kau adalah yang terbaik sejauh ini yang menyentuh sukmaku. Kau banyak mengajarkanku beberapa hal secara tersirat. Aku mengagumimu. Aku menyukaimu dengan caraku. Dengan hatiku. Aku tahu, masih banyak permata lain di luar sana yang menawan, namun perkara hati, siapa yang dapat mengatur kemana ia tertambat?
Masing-masing dari kita hanya mampu berdo’a. Tetap jalani ini semua seperti biasa. Aku pun terkadang tak mampu menolak dirimu yang melintas dalam pikiranku. Tapi semua sudah cukup! Kita tak boleh terlena terlalu jauh. Saling memaklumi keadaan ini, walaupun rindu kebersamaan terlalu mengikat, namun apalah daya selain kesabaran yang dapat dibentangkan.
Semua ini, suatu saat nanti terjawab. Aku minta maaf padamu kalau kiranya aku telah menggangu kenormalan hidupmu. Sungguh aku tak ingin membuat hidupmu celaka karenaku! Pada Allah aku mohon ampun atas rasa yang datang belum pada saatnya. Aku mencemaskanmu, mencemaskan rasa ini karena takut Allah marah. Sungguh tak ada yang bisa kulakukan.. :’(
Afwan jiddan…
Afwan…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar