Khadijah
binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli
surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah
Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agama Allah kepada seluruh umat manusia.
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agama Allah kepada seluruh umat manusia.
Khadijah
adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari
keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak
pemuda Quraisy yang ingin mempersuntingnya.
Sebelum
menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama
Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan
yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan
kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan
meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang
terkaya di kalangan suku Quraisy.
A. Wanita Suci
A. Wanita Suci
Sayyidah
Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu
Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena
itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa
penghormatan yang tinggi kepadanya.
Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika semua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.
Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika semua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.
B. Pemuda yang Jujur
Khadijah
memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah.
Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani
melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring
dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan.
Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah
sia-sia.
C. Pemuda Pemegang Amanah
Kaum
Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain
Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh
Maisarah untuk menyertainya berdagang.
Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Cerita-cerita
tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah
pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa
menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan
terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak
pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang-orang
terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang
dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah
terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan
Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah
untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta
menikahi dirinya.
Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.
D. Istri Pertama Rasulullah
Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.
D. Istri Pertama Rasulullah
Allah
menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia
Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh
tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun
tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah
Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
Khadijah
adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia meninggal.
Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. melalui rahirn Khadijah
beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia
telah mernberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang
dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
memperoleh per1akuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan
penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak
yatim piatu dan miskin.
E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
Khadijah
melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang
anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra
dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah,
Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang baik) dan ath-Thahir (yang suci).
Zainab
banyak menyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya,
Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama
Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu
Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah.
Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra,
putri bungsu beliau masih kecil.
Selain
mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula,
Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya.
Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada
Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki
sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di
tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat
kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan
Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp
tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama
Rasulullah, sehingga dari sinilah kita dapat mengetahui sifat mulia Zaid.
Agar
pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman
Ka’bah untuk mengumumkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak.
Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa
banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum
pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal
itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:
”
… jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)
F.
Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
Muhammad
bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan
tentram di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu,
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang
Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di
antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di
hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira,
menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim
a.s.
Khadijah
sangat ik.hlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir
selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan
minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang
dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika
itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
Suatu
ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan
Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril
memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya
menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan
mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika
itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat
membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata,
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan
perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.”
Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari
seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju
rumah. Khadijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian
memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran
yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau
meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketentraman kepada
Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa
tenteram dan aman. Beliau tidak langsung menceritakan kejadian yang menimpa
dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi
atau khayalan beliau belaka.
G. Pribadi yang Agung
G. Pribadi yang Agung
Setelah
rasa takut beliau hilang, Khadijah berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun
menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita
suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya
hal-hal seperti itu.
Sejak
semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha
Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan
tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan
babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan
meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku
rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”
Di
sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran
Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum
pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakanmu.
Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang
lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita
dan musibah orang lain.”
Setelah
Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi
anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah.
Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai
Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah
dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang dilihat
Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa
sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam
Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya
(Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan
oleh Waraqah.
H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah
H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah
Khadijah
meyakini seruan suaminya dan menganut agama yang dibawanya sebelum diumumkan
kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya
berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam
menyebarkan agama Allah.
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:
“Hai
orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan
Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah
berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)
Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatakan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.
Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatakan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.
I.
Masa Berdakwah Terang-terangan
Setelah
berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah
untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke
tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada
Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak
dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang
Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan
yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang memenuhi
pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak
segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi
kotoran hewan dan duri.
Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan menguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalah tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.
Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan menguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalah tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.
Orang
yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza
bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta
istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan
pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun
begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin
Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang
di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)
Khadijah
adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh
keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat
dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh
penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan
dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, paman Rasulullah, menjadi
benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy,
sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum
Quraisy.
J.
Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin
Setelah
berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum
Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis
deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy
memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya.
Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam
bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari
lainnya.
Dalam
kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi
fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dari
kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan
ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin
bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain,
sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk
mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi
tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah
bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy
telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum
muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali
menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.
K.
Wafatnya Khadijah
Beberapa
hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini
bahwa sakit kali ini merupakan akhir dan hidupnya. Dalam keadaan seperti itu,
Abu sufyan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar
menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi,
Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta
sepenuh dunia.
Abu
Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni
(tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Thalib itu,
karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang kematian pamannya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku
kehilangan engkau?
Pada
tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita
kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya
semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. semakin
sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun
kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam
usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah
dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengurus jenazah istrinya,
dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah:
“Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti
Khuwailid.”
Khadijah
meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita
lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama
yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan
putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk
kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar
gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa
lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa
menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat
yang layak di sisi-Nya. Amin.
KHADIJAH BINTI KHUWAILID
(WANITA TERBAIK)
WANITA SUCI
Khadijah binti Khuwailid (Bahasa Arab:خديجة,
Khadijah al-Kubra)
(sekitar 555/565/570 – 619/623) merupakan isteri
pertama Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Nama lengkapnya adalah Khadijah binti
Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Khadijah al-Kubra, anak
perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za’idah,
berasal dari kabilah Bani Asad dari
suku Quraisy.
Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun.
Khadijah berasal dari golongan pembesar Mekkah. Kawin
dengan Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Muhammad berumur 25 tahun.
Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Khadijah bisa hidup mewah dengan
hartanya sendiri.
Khadijah berasal dari golongan pembesar Mekkah. Kawin
dengan Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Muhammad berumur 25 tahun.
Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Khadijah bisa hidup mewah dengan
hartanya sendiri.
WANITA TERBAIK DI DUNIA DAN DI SURGA.
Tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengalami
rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua
orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da’wah Islamiah, mendukung
dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam: Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh
karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak
menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan
yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.
Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi
dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’. Khadijah adalah wanita pertama
yang beriman kepadanya ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa
(memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya
dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan
kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman
kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan
keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan
sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam
istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.
Ketika Jibril Alaihi Salam datang kepada Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dia berkata: “Wahai Rasulullah, inilah
Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau
minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya
dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara
yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” [HR. Bukhari dalam
"Fadhaail Ashhaabin Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam". Imam
Adz-Dzahabi berkata: "Kesahihannya telah disepakati."]
Sesungguhnya Khadijah merupakan nikmat Allah
yang besar bagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Khadijah mendampingi
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallm selama seperempat abad, berbuat baik
kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit,
membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan
yang pahit pada saat jihad dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:”Khadijah
beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika
orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika
orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan
mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” [HR. Imam Ahmad dalam
"Musnad"-nya, 6/118]
BIOGRAFI SITI KHADIJAH
Siti Khadijah adalah putri Khuwailid bin As’ad
bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Siti Khadijah
dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat, pada tahun 68 sebelum hijrah.
Khadijah tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia, sehingga akhirnya setelah
dewasa ia menjadi wanita yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena
itulah banyak laki-laki dari kaumnya yang menaruh simpati padanya. Syaikh
Muhammad Husain Salamah menjelaskan bahwa Siti Khadijah, nasab dari jalur
ayahnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia
menempati urutan kakek keempat bagi dirinya.
Pada tahun 575 Masehi, Siti Khadijah ditinggalkan
ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua
orang tuanya, Khadijah dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaannya. Kekayaan
warisan menyimpan bahaya. Ia bisa menjadikan seseorang lebih senang tinggal di
rumah dan hidup berfoya-foya. Bahaya ini sangat disadari Khadijah. Ia pun memutuskan
untuk tidak menjadikan dirinya pengangguran. Kecerdasan dan kekuatan sikap yang
dimiliki Khadijah mampu mengatasi godaan harta. Karenanya, Khadijah mengambil
alih bisnis keluarga.
Banyak pemuka dan bangsawan bangsa Quraisy yang
melamarnya, mereka ingin menjadikan dirinya sebagai istri. Namun, Siti Khadijah
menolak lamaran mereka dengan alasan bahwa perhatian Khadijah saat itu sedang
tertuju hanya untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena, Khadijah
merupakan saudagar kaya raya dan disegani sehingga ia sangat sibuk mengurus
perniagaan.
Siti Khadijah mempunyai saudara sepupu yang
bernama Waraqah bin Naufal. Beliau termasuk salah satu dari hanif di
Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab
yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang
mereka (nabi Ibrahim dan Ismail).
Para sejawatnya mengakui keberhasilan Siti
Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya “Ratu Quraisy” dan “Ratu Mekkah”. Ia
juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu “yang
bersih dan suci”. Nama at-Thahirah itu diberikan
oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan
kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku Khadijah benar-benar patut
diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang
wanita diberi panggilan Ratu Mekkah dan juga dijuluki at-Thahirah.
Orang-orang memanggil Khadijah dengan Ratu Mekkah karena kekayaannya dan
menyebut Khadijah dengan at-Thahirah karena reputasinya
yang tanpa cacat.
Suatu ketika, Muhammad berkerja mengelola barang
dagangan milik Siti Khadijah untuk dijual ke Syam bersama Maisyarah. Setibanya
dari berdagang Maysarah menceritakan mengenai perjalanannya, mengenai
keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak dan kepribadian Muhammad.
Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran,
dan kemampuan yang dimiliki Muhammad, kian hari Khadijah semakin mengagumi
sosok Muhammad. Selain kekaguman, muncul juga perasaan-perasaan cinta Khadijah
kepada Muhammad. Tibalah hari suci itu. Maka dengan maskawin 20 ekor unta muda,
Muhammad menikah dengan Siti Khadijah pada tahun 595 Masehi. Pernikahan itu
berlangsung diwakili oleh paman Khadijah, ‘Amr bin Asad. Sedangkan dari pihak keluarga
Muhammad diwakili oleh Abu Thalib dan Hamzah. Ketika Menikah, Muhammad berusia
25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya, perbedaan
usia yang terpaut cukup jauh dan harta kekayaan yang tidak sepadan di antara
mereka, tidaklah menjadi masalah, karena mereka menikah dilandasi oleh cinta
yang tulus, serta pengabdian kepada Allah. Dan, melalui pernikahan itu pula
Allah telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
Dari pernikahan itu, Allah menganugerahi mereka
dengan beberapa orang anak, maka dari rahim Siti Khadijah lahirlah enam orang
anak keturunan Muhammad. Anak-anak itu terdiri dari dua orang laki-laki dan
empat orang perempuan. Anak laki-laki mereka, al-Qasim dan Abdullah at-Tahir
at-Tayyib meninggal saat bayi. Kemudian, empat anak perempuannya adalah Zainab,
Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra. Siti Khadijah mengasuh dan
membimbing anak-anaknya dengan bijaksana, lembut, dan penuh kasih sayang,
sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada ibunya.
Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy
terhadap kaum muslim, Siti Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita
kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan badannya semakin
memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60 tahun, wafatlah
seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Siti Khadijah
al-Kubra binti Khuwailid.
Siti Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada
tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke
Madinah atau 619 Masehi. Ketia itu, usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Beliau
dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah
sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah
ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib) telah
wafat, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni
(tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar